Minggu, 27 Maret 2022

MENGENAL ALAT TANGKAP PERIKANAN GILLNET

Gambar 1. Alat tangkap gill net 


1. PENDAHULUAN

Gillnet disebut juga jaring insang karena alat tangkap ini dibuat dan dirancang secara khusus agar Ikan yang kita tangkap terkena melalui insang ikan makanya alat tangkap gilnet ini sama dengan alat tangkap yang sifatnya menjerat ikan melalui insang. Alat tangkap Gillnet ini banyak digunakan oleh para nelayan Tradisional maupun nelayan modern dikarenakan alat ini sangat praktis untuk menangkap ikan juga ramah terhadap lingkungan.

Alat tangkap Gillnet ini tersebar di seluruh indonesia bahkan diseluruh dunia menggunakannya. Yang membedakan dalam operasi alat tangkap ini hanyalah besarnya mata jaring yang dapat disesuaikan dengan jenis ikan yang akan kita tangkap.

Istilah “gill net” didasarkan pada pemikiran bahwa ikan-ikan yang tertangkap “gilled-terjerat” pada sekitar operculum nya pada mata jaring. Sedangkan “gill net dasar” atau “bottom gill net” adalah jaring insang, jaring rahang yang cara operasinya ataupun kedudukan jaring pada fishing ground direntangkan pada dasar laut, yang demikian berarti jenis-jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan ialah ikan-ikan dasar (bottom fish) ataupun ikan-ikan damersal, dengan bahan jaring terbuat dari multi fibre.

1. Sejarah Alat Tangkap

Dalam bahasa Jepang gill net disebut dengan istilah “sasi ami”, yang berdasarkan pemikiran bahwa tertangkapnya ikan-ikan pada gill net ialah dengan proses bahwa ikan-ikan tersebut “menusukkan diri-sasu” pada “jaring-ami”. Di Indonesia penamaan gill net ini beraneka ragam, ada yang menyebutkan nya berdasarkan jenis ikan yang tertangkap (jaring kuro, jaring udang dsb nya), ada pula yang disertai dengan nama tempat (jaring udang Bayeman), dan lain sebagainya. Tertangkapnya ikan ikan-ikan dengan gill net ialah dengan cara bahwa ikan-ikan tersebut terjerat (gilled) pada mata jaring atupun terbelit-belit (entangled) pada tubuh jaring.

1. Prospektif Alat Tangkap

Prospektif gill net dasar atau bottom gill net di Indonesia sangat baik, hal ini dikarenakan secara kuantitatif, jumlahnya cukup besar di Indonesia. Hal-hal yang mempengaruhi besarnya bottom gill net secara kuantitatif di Indonesia :

1. Bahan dasar (material) pembuatan bottom gill net mudah diperoleh

2. Proses pembuatan bottom gill net mudah

3. Harganya relatif murah

4. Fishing method dari bottom gill net mudah

5. Biaya relatif murah sehingga dapat dimilliki oleh siapa saja

A. KONSTRUKSI ALAT TANGKAP ( BOTTOM GILL NET )

1. KONSTRUKSI UMUM

Pada umumnya yang disebutkan dengan gill net dasar ialah jaring dengan bentuk empat persegi panjang, mempunyai mata jaring yang sama ukurannya pada seluruh jaring, lebar jaring lebih pendek jika dibandingkan dengan panjangnya, dengan perkataan lain, jumlah mesh depth lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah mesh size pada arah panjang jaring.

Pada lembaran-lembaran jaring, pada bagian atas dilekatkan pelampung (float) dan pada bagian bawah dilekatkan peemberat (sinker). Dengan menggunakan dua gaya yang berlawanan arah, yaitu bouyancy dari float yang bergerak menuju keatas dan sinking force dari sinker ditambah dengan berat jaring didalam air yang bergerak menuju kebawah, maka jaring akan terentang.

2. DETAIL KONSTRUKSI

Pada kedua ujung jaring diikatkan jangkar, yang dengan demikian letak jaring akan telah tertentu. Karena jaring ini direntang pada dasar laut, maka dinamakan bottom gill net, yang demikian berarti jenis-jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan ialah ikan-ikan dasar (bottom fish) ataupun ikan-ikan damersal. Posisi jaring dapat diperkirakan pada float berbendera atau bertanda yang dilekatkan pada kedua belah pihak ujung jaring, tetapi tidaklah dapat diketahui keadaan baik buruknya rentangan jaring itu sendiri.

3. KARAKTERISTIK

Set bottom gill net direntang pada dasar laut, sehingga yang menjadi tujuan penangkapan adalah ikan-ikan damersal.

Bottom gill net berbentuk empat persegi panjang yang dilengkapi dengan pelampung, pemberat, ris atas dan ris bawah serta dilengkapi dengan jangkar.

Besarnya mata jaring bervariasi tergantung sasaran yang akan ditangkap baik udang maupun ikan.

Jaring gill net direntangkan pada float berbendera yang diletakkan pada kedua belah pihak ujung jaring tetapi tidak dapat diketahui keadaan baik buruknya rentangan itu sendiri.

5. BAHAN DAN SPESIFIKASINYA

Pengenalan bahan jaring sintetis dengan mutu yang tinggi telah merangsang perkembangan pemakaian alat ini. Hal ini disebabkan efisiensi penangkapan yang jauh lebih baik yakni 2-13 kali lebih tinggi pada PA monofillament yang transparant (jernih) dibanding dengan bahan serat alami (kapas, rami, rami halus).

1. Persyaratan

Persyaratan efisiensi penangkapan yang baik memerlukan rendahnya daya rangsang alat untuk organ penglihatan atau organ lateral line sebelum ikan terkait atau terjerat dalam jaring gill net harus disesuaikan dengan kebiasaan hidup ikan melebihi trawl dan purse seine.

Bahan dari gill net harus mempunyai daya tampak sekecil mungkin dalam air, terutama sekali untuk penangkapan di siang hari pada air jernih. Serat jaring juga harus sehalus dan selunak mungkin untuk mengurangi daya penginderaan dengan organ side line. Serat jaring yang lebih tipis juga kurang terlihat. Sebaliknya bahan harus cukup kuat untuk menahan rontaan ikan yaang tertangkap dan dalam upayanya untuk membebaskan diri. Lebih lanjut diperlukan kemuluran dan elastisitas yang tepat untuk menahan ikan yang terjerat atau terpuntal sewaktu alat dalam air atau sewaktu penarikan keatas kapal tetapi tidak menyulitkan sewaktu ikan itu diambil dari jaring. Bahan yang daya mulurnya tinggi untuk beban kecil tidak sesuai untuk gull net karena ukuran ikan yang terjerat pada insang tergantung pada ukuran mata jaring. Jaring perlu memiliki kekuatan simpul yang stabil dan ukuran mata jaring tidak boleh dipengaruhi air.

2. Macam dan Ukuran benang

PA continous filament adalah bahan yang paling lunak dari semua bahan sintetis dalam kondisi basah, warna putih mengkilat yang alami adalah jauh lebih terlihat dalam air jernih. Warna hijau, biru, abu-abu dan kecoklatan merupakan warna-warna yang nampak digunakan paling umum pada perikanan komersial.

Sebab banyaknya macam dari gill net sesuai dengan ukuran, ukuran mata jaring, jenis ikan, pola operasi, kondisi penangkapan, dll tidak mungkin memberi rekomendasi yang menyeluruh untuk seleksi bahan jaring. Semua nilai R tex adalah nominal dan berkenaan dengan netting yarn yang belum diselup dan belum diolah.

3. Warna Jaring

Warna jaring yang dimaksudkan disini adalah terutama dari webbing. Warna float, ropes, sinkers dan lain-lain diabaikan, mengingat bahwa bagian terbesar dari gill net adalah webbing. Pada synthetic fibres, net preservation dalam bentuk pencelupan telah tidak diperlukan, kemudian pula warna dari twine dapat dibuat sekehendak hati, yang dengan demikian kemungkinan mengusahakan warna jaring untuk memperbesar fishing ability ataupun catch akan dapat lebih diusahakan. Dengan perkataan lain, warna jaring yang sesuai untuk tujuan menangkap jenis-jenis ikan yang menjadi tujuan dapat diusahakan. Warna jaring dalam air akan dipengaruhi oleh faktor-faktor depth dari perairan, transparancy, sinar matahari, sinar bulan dan lain-lain faktor, dan pula sesuatu warna akan mempunyai perbedaan derajat “terlihat” oleh ikan –ikan yang berbeda-beda. Karena tertangkapnya ikan-ikan pada gill net ini ialah dengan cara gilled dan entangled, yang kedua-duanya ini barulah akan terjadi jika ikan tersebut menubruk atau menerobos jaring, maka hendaklah diusahakan bahwa efek jaring sebagai penghadang, sekecil mungkin.

A. HASIL TANGKAPAN

Karena jaring ini direntang pada dasar laut, yang demikian berarti jenis-jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan ialah ikan-ikan dasar (bottom fish) ataupun ikan-ikan damersal. Jenis-jenis ikan seperti cucut, tuna, yang mempunyai tubuh sangat besar sehingga tak mungkin terjerat pada mata jaring ataupun ikan-ikan seperti flat fish yang mempunyai tubuh gepeng lebar, yang bentuk tubuhnya sukar terjerat pada mata jaring, ikan-ikan seperti ini akan tertangkap dengan cara terbelit-belit (entangled). Jenis ikan yang tertangkap berbagai jenis, misalnya herring, cod, halibut, mackerel, yellow tail, sea bream, tongkol, cakalang, kwe, layar, selar, dan lain sebagainya. Jenis-jenis udang, lobster juga menjadi tujuan penangkapan jaring ini.

B. DAERAH PENANGKAPAN

Pada umumnya yang menjadi fishing ground atau daerah penangkapan adalah daerah pantai, teluk, dan muara-muara yang mengakibatkan pula jenis ikan yang tertangkap berbagai jenis.

C. ALAT BANTU PENANGKAPAN

Alat bantu penangkapan merupakan faktor penting untuk mengumpulkan ikan pada suatu tempat yang kemudian dilakukan operasi penangkapan. Alat bantu yang digunakan dalam operasi penangkapan ikan dengan menggunakan bottom gill net adalah :

* LAMPU / LIGHT FISHING

Kegunaan lampu untuk alat penangkapan adalah untuk mengumpulkan kawanan ikan kemudian melakukan operasi penangkapan dengan menggunakan gill net. Jenis-jenis lampu yang digunakan bermacam-macam antara lain :

Ancor / obor

Lampu petromak / starmking

Lampu listrk ( penggunaannya masih terbetas )

Faktor yang paling berpengaruh dalam penggunaan lampu adalah kekuatan cahaya lampu yang digunakan, selain itu juga ada beberapa faktor lain :

Kecerahan : Jika kecerahan kecil, berarti banyak partikel-partikel dalam air maka pembiasan cahaya terserap dan akhirnya tidak menarik perhatian dari ikan yang ada disekitarnya. Jadi kecerahan menentukan kekuatan lampu.

Gelombang, angin, arus : Akan mempengaruhi kedudukan lampu. Adanya faktor-fakttor itu menyebabkan kondisi sinar yang semula lurus menjadi bengkok.

Sinar bulan : Pada waktu bulan purnama sukar sekali mengadakan penangkapan menggunakan lampu karena cahaya terbagi rata, sadangkan penangkapan menggunakan lampu diperlukan keadaan gelap agar cahaya lampu terbias sempurna dalam air.

* PAYAOS

Payaos merupakan rumpon laut dalam yang berperan dalam pengumpulan ikan pada tempat tertentu dan dilakukan operasi penangkapan. Payaos pelampungnya terdiri dari 60-100 batang bambu yang disusun dan diikat menjadi satu sehingga membentuk rakit (raft), selain dari bambu pelampung juga terbuat dari alumunium. Tali pemberat (tali yang menghubungkan antara pelampung dan pemberat) mencapai 1000-1500 m, terbuat dari puntalan rotan, bahan syntetik seperti polyethylene, nylon, polyester, polypropylene. Sedangkan pemberat berkisar 1000-3500 kg yang terbuat dari batu dimasukkan dalam keranjang rotan dan cor-coran semen. Dan untuk rumbai-rumbainya digunakan daun nyiur dan bekas tali polyethylene dan ban bekas.

D. TEKNIK OPERASI

Setting

Pada saat melakukan setting, kapal diarahkan ke tengah kemudian dilakukan pemasangan jaring bottom gill net oleh Anak Buah Kapal (ABK). Jaring bottom gill net dipasang tegak lurus terhadap arus sehingga nantinya

akan dapat menghadang gerombolan ikan yang sebelumnya telah dipasangi rumpon, dan gerombolan ikan tertarik lalu mengumpul di sekitar rumpon maupun light fishing dan akhirnya tertangkap karena terjerat pada bagian operculum (penutup insang) atau dengan cara terpuntal.

Holling

Setelah dilakukan setting dan ikan yang telah terkumpul dirasa sudah cukup banyak, maka dilakukan holling dengan menarik jaring bottom gill net dari dasar perairan ke permukaan ( jaring ditarik keatas kapal ). Setelah semua hasil tangkap dan jaring ditarik ke atas kemudian baru dilakukan kegiatan penyortiran.

E. HAL – YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN PENANGKAPAN

FAKTOR LUAR :~

1. Keadaan Musim ( cuaca )

Karena fishing ground atau daerah penangkapan merupakan daerah teluk, sehingga baik buruknya musim atau cuaca akan mempengaruhi keberhasilan suatu penangkapan.

2. Keberadaan Resources (sumberdaya ikan)

Makin banyak jumlah unit dari suatu alat tangkap, maka akan tejadi over fishing sehingga keberadaan resources akan terancam. Hal ini akan mengurangi jumlah penagkapan di suatu daerah penangkapan. Untuk mengatasinya maka dilakukan pembatasan ukuran mesh size gill net itu sendiri.

3. Teknik Penangkapan

Apabila salah dalam pengoperasian alat tangkap maka akan didapatkan hasil tangkapan (catch) yang minimum.

4. Market (Pemasaran)

Pemasaran atau market ke daerah konsumsi atau tujuan juga mempengaruhi keberhasilan suatu penangkapan.

FAKTOR DALAM :

1. Bahan Jaring

Supaya ikan mudah dapat terjerat pada mata jaring, maka bahan jaring harus dibuat sebaik mungkin. Bahan atau twine yang paling banyak digunakan adalah yang terbuat dari syntetis. Twine yang dipergunakan hendaklah “lembut tidak kaku, pliancy, suppleness”. Dengan demikian maka twine yang digunakan adalah cotton, hennep, linen, amylan, nylon, kremona, dan lain-lain sebagainya, dimana twine ini mempunyai fibres

yang lembut. Bahan-bahan dari manila hennep, sisal, jerami dan lain-lain yang fibres-nya keras tidak digunakan. Untuk mendapatkan twine yang lembut, ditempuh cara yang antara lain dengan memperkecil diameter twine ataupun jumlah pilin per-satuan panjang dikurangi, ataupun bahan-bahan celup pemberi warna ditiadakan.

2. Ketegangan rentangan tubuh jaring

Yang dimaksud rentangan disini ialah baik rentangan ke arah lebar demikian pula rentangan ke arah panjang. Ketegangan rentangan ini, akan mengakibatkan terjadinya tension baik pada float line ataupun pada tubuh jaring. Dengan perkataan lain, jika jaring direntang terlalu tegang maka ikan akan sukar terjerat, dan ikan yang telah terjeratpun akan mudah lepas. Ketegangan rentangan tubuh jaring akan ditentukan terutama oleh bouyancy dari float, berat tubuh jaring, tali temali, sinking force dari sinker dan juga shortening yang digunakan.

3. Shortening atau shrinkage

Supaya ikan-ikan mudah terjerat (gilled) pada mata jaring dan juga supaya ikan-ikan tersebut setelah sekali terjerat pada jaring tidak akan mudah terlepas, maka pada jaring perlulah diberikan shortening yang cukup.

4. Tinggi Jaring

Yang dimaksud dengan istilah tinggi jaring disini ialah jarak antara float line ke sinker line pada saat jaring tersebut terpasang di perairan. Jenis jaring yang tertangkapnya ikan secara gilled, lebih lebar jika dibandingkan dengan jaring yang tertangkapnya ikan secara entangled. Hal ini tergantung pada swimming layer dari pada jenis-jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan.

5. Mesh size

Dari percobaan-percobaan terdapat kecenderungan bahwa sesuatu mesh size mempunyai sifat untuk menjerat ikan hanya pada ikan-ikan yang besarnya tertentu batas-batasnya. Dengan perkataan lain, gill net akan bersikap selektif terhadap besar ukuran dari catch yang diperoleh. Oleh sebab itu untuk mendapatkan catch yang besar jumlahnya pada pada suatu fishing ground, hendaklah mesh size disesuaikan besarnya dengan besar badan ikan yang jumlahnya terbanyak pada fishing ground tertentu. 

DAFTAR PUSTAKA :

Ayodhyoa,A.U. Fishing Methods. Bagian Penangkapan Ikan , Fakultas Perikanan IPB. Bogor. 1975.

Ayodhyoa,A.U. Metode Penangkapan Ikan. Fakiltas Perikanan IPB. Bogor. 1974.

FAO Catalogue of Small Scale Fishing Gear. Published by arrangement with the Food and Agriculture Organization of the United Nations by Fishing New .

Fisherman’s Manual. Published by World Fishing. London. 1976.

Klust,Gerhard. Bahan Jaring Untuk Alat Penangkap Ikan. Team Penerjemah BPPI Semarang. Balai Pengembangan Penangkapan Ikan. Semarang. 1987.

Nomura,Masatsune dan Tomeyoshi Yamazaki. Fishing Techniques (1). Japan International Cooperation Agency. Tokyo. 1977

http://mediapenyuluhanperikananpati.blogspot.com/2015/12/mengenal-alat-tangkap-perikanan-gillnet.html

Minggu, 20 Maret 2022

INOVASI MENGOLAH IKAN LELE (Clarias sp.) DENGAN SISTEM ZERO WASTE

Gambar 1. Empek-empek ikan lele

Ikan lele termasuk ikan yang banyak diminati masyarakat karena berbagai kelebihannya. Salah satu kelebihan tersebut adalah rasanya enak dengan kandungan gizi cukup tinggi serta harganya murah. Komposisi gizi ikan lele meliputi kandungan protein (17,7 %), lemak (4,8 %), mineral (1,2 %), dan air (76 %). Keunggulan ikan lele dibandingkan dengan produk hewani lainnya adalah kaya akan leusin dan lisin (Ubadilla dan Wikanastri, 2010)

Pengolahan pascapanen ikan penting dilakukan karena bertujuan untuk mengurangi kadar air pada daging ikan. Pengembangan produk merupakan suatu proses untuk menciptakan produk-produk baru yang biasanya dikaitkan dengan kebutuhan konsumen atau pasar, dapat berupa produk inovatif, modifikatif dan imitatif. Produk olahan pada pengembangan produk perikanan adalah pempek dan kerupuk dengan bahan baku ikan lele (Ririsanti et al., 2017)

Produk olahan dengan bahan baku ikan lele dilakukan dengan pengolahan ikan lele secara zero waste.  Penerapan prinsip zero waste pada perikanan yaitu seluruh bagian produk perikanan dimanfaakan dengan menggunakan teknologi terintegrasi sehingga tidak menghasilkan limbah.  Beberapa manfaat dan keuntungan penerapan prinsip zero waste adalah : (1) meningkatkan produktivitas, (2) mengat asi pencemaran lingkungan, (3) meningkatkan pendapatan dan efisiensi (Widyatami dan Ardhitya, 2016).

Penerapan konsep zero waste pada pengolahan ikan lele ini dilakukan dengan memanfaatkan seluruh bagian ikan lele untuk menjadi produk olahan makanan berupa pempek dan kerupuk serta sisa produksi dari pengolahan ikan lele dimanfaatkan menjadi pupuk organik cair.  Pemanfaatan bagian-bagian lele secara zero waste yaitu daging lele dimanfaatkan menjadi olahan makanan berupa pempek dan tulang, ekor, kepala dan kulit ikan lele dimanfaatkan menjadi kerupuk dan sisa produksi dari pempek dan kerupuk dimanfaatkan menjadi pupuk organik cair.

Produk ikan lele secara zero waste adalah produk tanpa menyisahkan limbah terdiri atas produk olahan makanan dan pupuk organik cair. Produk olahan makanan berupa pempek dan kerupuk  berbahan ikan lele adalah produk inovasi dari pempek dan kerupuk biasa kebanyakan berasal dari ikan laut. Produk olahan makanan berupa pempek adaan, pempek lenjer dan pempek telur kecil dikemas dalam bentuk frozen food bertujuan untuk mempertahankan rasa sedangkan kerupuk dikemas dalam plastik biasa. Pempek ikan ikan lele memiliki daya tahan satu hari apabila tidak diletakkan dalam freezer, sedangkan di dalam freezer pempek ikan lele akan dapat tahan selama 1 bulan. Pempek ikan lele dikemas dengan mesin vakum apabila tidak dibekukan dapat bertahan selama dua hari perjalanan jika dibekukan akan bertahan 4 hari dalam perjalanan.

Proses produksi pengolahan ikan lele secara zero waste menjadi produk olahan makanan dan sisa produksi menjadi pupuk organik cair melalui beberapa tahap yaitu Persiapan daging ikan lele sebagai bahan baku pempek dan kerupuk, pembuatan pempek ikan lele, pembuatan kerupuk ikan lele dan pembuatan pupuk organik cair.

Persiapan ikan lele sebagai bahan baku pempek dan kerupuk yaitu dengan cara mematikan ikan lele dengan membuat ikan terlebih dahulu dipuasakan kemudian dibuang airnya dan taburkan 1-2 sdm garam halus di atas setiap 1 kilogram ikan lele. Kemudian aduk rata dengan sendok kayu bergagang panjang, agar tangan tidak dipatil. Setelah diaduk tutup ember rapat-rapat, biarkan beberapa saat, hingga ikan lele lemas, dan mati dengan sendirinya sehinga  ikan lele ukuran besar siap disiangi. 

Metode mematikan ikan lele dengan garam dilakukan dengan tujuan agar tidak menyakiti ikan dan garam dapat membersihkan lendir yang ada pada ikan lele. Ikan lele disiangi dengan cara membuang insang dan isi perut ikan (jeroan). Sampah organik berupa insang dan isi perut ikan disisihkan sebagai bahan pembuatan pupuk organik cair. Selanjutnya ikan lele dicuci bersih dan dilakukan pemisahan antara daging dan tulang dan kulit. Daging ikan digiling untuk dijadikan bahan membuat pempek, sedangkan kepala, tulang dan kulit diekstrak untuk dijadikan bahan membuat kerupuk, sisa dari ekstrak disisihkan kembali untuk bahan membuat pupuk organik cair.

Ikan lele sebagai bahan baku utama yang dipilih, diolah tanpa meninggalkan limbah (zero waste) karena masing-masing bagian ikan masih dapat dimanfaatkan walaupun memiliki kelebihan dan kekurangan. Hal ini didukung oleh pendapat Handayani dan Diah (2012), bahwa hasil analisis bahan baku menunjukkan bahwa masing- masing bahan baku mempunyai kelebihan dan kekurangan. Bahan baku daging lele mempunyai kelebihan pada kandungan proteinnya yang tinggi dan lebih fleksibel untuk diolah menjadi produk olahan kelemahannya adalah rendemen daging kurang dari 40% dan kandungan kalsiumnya rendah. Disamping itu diversifikasi pengolahan dengan menggunakan dagingnya saja akan menimbulkan limbah tulang dan kepala yang masih kaya nilai gizi terutama kalsium. Bahan baku lele utuh mempunyai kelebihan kandungan protein dan kalsiumnya tinggi, tidak menimbulkan limbah pengolahan,  meningkatkan nilai ekonomis dan fleksibilitasnya untuk diolah menjadi produk olahan masih tinggi mendekati daging ikan. Limbah tulang dan kepala lele mempunyai kelebihan yaitu kandungan kalsiumnya sangat tinggi namun kelemahannya kurang fleksibel untuk diolah menjadi produk olahan serta kandungan protein dan lemaknya rendah.

Pembuatan pempek ikan lele jenis telur kecil dan lenjer diawali dengan pembuatan biang dengan menggunakan tepung beras, tepung terigu, telur, garam dan kaldu bubuk diberi air lalu dipanaskan hingga menjadi kental.  Tujuan pembuatan biang ini agar pempek lebih ekonomis dan tekstur kenyal tetapi tidak keras. Pada tahap pencampuran pada pempek ikan lele dilakukan dengan menggunakan semua bahan pempek ikan lele. Pada tahap pencampuran tujuannya untuk menjadikan satu semua bahan agar menjadi adonan sampai benar-benar kalis dan tercampur. Pada tahap pembentukan adonan adalah bahan yang semua sudah dicampur sudah menjadi satu lalu dibentuk pempek yang berbentuk lenjer dan telur kecil, hal ini agar memudahkan untuk proses selanjutya. Pada tahap perebusan pempek bertujuan untuk mematangkan pempek ikan lele. Perebusan dilakukan dengan air yang bersih. Selanjutnya, dilakukan pada tahap penirisan pempek ikan lele. Tujuan dari penirisan adalah untuk memudahkan pempek untuk pengemasan.  

Sedangkan pempek ikan lele jenis adaan tidak didahului dengan biang dikarenakan pempek adaan setelah bahan semua tercampur rata digoreng dengan menggunakan minyak panas sampai matang lalu ditrisikan. Pada tahap pengemasan pempek ikan lele bertujuan untuk menarik konsumen supaya untuk membelinya. Selanjutnya, tahap penyimpanan dalam bentuk beku. Penyimpanan dalam bentuk beku dilakukan untuk mengawetkan produk pempek ikan kembung.

Pembuatan kerupuk ikan diawali dengan membuat ekstrak kepala, tulang dan kulit ikan lele dengan cara merebus bahan tersebut sampai mengental lalu disaring. Hasil ekstrak bersih dicampur dengan bahan pembuatan kerupuk, lalu dibentuk lonjong direbus dan ditiriskan, setelah ditiriskan selama kurang lebih 24 jam kemudian lenjeran kerupuk diiris tipis lalu dijemur. Pembuatan pupuk organik cair yaitu dengan menggunakan sisa produk pengolahan ikan lele menjadi produk makanan berupa insang, jeroan ikan dan limbah dari pembuatan ekstrak ikan lele selanjutnya semua bahan dimasukkan ke dalam wadah ditutup rapat dan didiamkan dibawah sinar matahari selama 15 hari kemudian pupuk organik cair dapat digunakan sebagai pupuk untuk tanaman.Pempek dan kerupuk ikan lele dikemas dan diberi label. Pengemasan dilakukan dengan plastik vakum dan untuk kerupuk hanya disealer sedangkan pempek dilakukan proses vakum dan sealer dengan alat vacuum sealer bertujuan agar produk tetap terjaga kualitasnya. Produk yang telah dikemas selanjutnya dilakukan pelabelan (labelling). Labelling atau pelabelan bertujuan untuk mempromosikan produk yang sudah siap di pasarkan. Labelling ditempatkan di atas kemasan, sehingga respon mata akan langsung tertuju pada pada produknya dan digunakan sebagai penutup kemasan. Selain itu juga menghindari kontak dengan bahan kimia yang terkandung dalam tinta yang digunakan untuk mencetak tabel. Kemasan produk olahan makanan berbahan ikan lele dapat dilihat pada Gambar 1.

Tujuan dilakukannya pengemasan dengan tepat adalah agar kemasan tidak rawan terbuka, dan akan mempengaruhi kualitas produk dan penilaian konsumen terhadap keamanan pangannya. Desain kemasan yang menarik diharapkan dapat meningkatkan ketertarikan konsumen dan citra produk yang baik (Marnani et al., 2019). Desain kemasan yang menarik dapat juga dijadikan bingkisan yang menarik. 

Pupuk organik cair berasal dari limbah produksi pengolahan produk makanan dari ikan lele merupakan pupuk organik. Pupuk organik merupakan pupuk yang terbuat dari bahan alam seperti pelapukan tanaman, kotoran hewan atau manusia (Suartini et al., 2018).  Proses fermentasi pupuk organik cair memakan waktu hingga 15 hari, guna menumbuhkan bakteri atau mikroorganisme pengurai secara alami melalui penambahan larutan gula merah dan air kelapa. 

Bau pupuk organic cair yang sudah jadi menjadi lebih bau dikarenakan tinggi kandungan N (nitrogen), P (Postorus) dan K (Kalium) yang tinggi. Sisa limbah dari ikan lele berupa insang, jeroan dan sisa pembuatan ekstrak kulit, kepala dan tulang ikan lele dapat dijadikan pupuk organik cair sesuai dengan pendapat Suartini et al. (2018) Limbah ikan bagian dalam dan luar yang tersisa pada pengolahan ikan memiliki potensi untuk diolah menjadi pupuk. Secara umum limbah ikan mengandung banyak nutrien yaitu N (nitrogen), P (posforus) dan K (kalium) yang merupakan komponen penyusun pupuk organik.

Pupuk organic cair dari sisa limbah produksi ikan lele menjadi olahan makanan dapat diaplikasikan ke tanaman sebagaimana didukung oleh hasil penelitian Yusuf (2019) bahwa pemberian POC limbah ikan lele pada tanaman hijau memberikan hasil yang signifikan pada semua parameter yang diamati, yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, lebar daun, dan berat basah sedangkan pemberian POC limbah ikan lele pada tanaman sawi hijau memberikan hasil yang siginifikan pada parameter tinggi tanaman, lebar daun dan berat basah.

Gambar 2. Kerupuk Lele

DAFTAR PUSTAKA

Handayani, D.I.W dan Diah, K.  2012. Stiklele Alternatif Diversifikasi Olahan Lele (Clarias sp) Tanpa Limbah Betkalsium Tinggi.  Jurnal Ilmiah UNTAG Semarang. 1(1):109-117

Marnani, S.m Petrus, H.T.S., Arif, M., dan Taufik,B.P.  2019.  Peningkatan Kualitas Abon Ikan Lele dengan Perbaikan Proses Produksi dan Kemasan di UKM Abon Jago Purwokerto Dan Prima Melati Purbalingga.  Dinamika Journal. 1(1): 62-67

Ririsanti, N.N., Evi, L., Yudi, N.I., dan Ruski, I.P.  2017.  Penambahan Karagenan  Terhadap Tingkat Kesukaan Pempek Lele.  Jurnal Perikanan dan kelautan.  8(1): 165-173

Ubadillah, A. dan Wikanastri, H.  2010.  Kadar Protein dan Sifat Organoleptik Nugget Rajungan dengan Substitusi Ikan Lele (Clarias gariepinus).  Jurnal Pangan dan Gizi.  1(2): 46-54.

Suartini, K., Paulus,H.A. dan Minarni, R.J.  2018.  Pembuatan Pupuk Organik Cair dari Limbah Jeroan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis). J. Akademika Kim. 7(2): 70-74


Widyatami, L.E. dan Ardhitiya, A.W.  2016.  Teknologi Pengolahan Ikan Lele secara Zero waste menjadi Produk Olahan Kerupuk pada Ponpes Raden Rahmat Sunan Ampel Di Kabupaten Jember.  Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Dana BOPTN.Yusuf, V.B.G.  2019.  Pengaruh Konsentrasi Pupuk Organik Cair (POC) dari Limbah Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) terhadap Pertumbuhan dan Hasil Panen Tanaman Bayam Hijau (Amaranthus tricolor L.) dan Sawi Hijau (Brassica Juncea L.).  Skripsi.  Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.  (tidak dipublikasikan).

http://akrel.ac.id/inovasi-mengolah-ikan-lele-clarias-sp-dengan-sistem-zero-waste/





Minggu, 13 Maret 2022

Cara Budidaya Ikan Lele bagi Pemula di Kolam Terpal


Gambar 1. Ikan lele 

Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan tawar yang banyak diminati. Selain mengandung nutrisi tinggi yang baik untuk konsumsi, lele juga bisa menjadi peluang bisnis yang menjanjikan.

Cara budidaya ikan lele bagi pemula pun tidaklah rumit karena benih lele itu sendiri mudah didapat dan mudah perawatannya. Asalkan Anda tekun dan serius ketika melakukannya.

Beberapa hal yang perlu disiapkan saat membudidayakan ikan lele adalah memiliki dana cukup, pemilihan lokasi yang strategis, kesiapan sumber daya manusia, hingga mempertimbangkan dampak lingkungannya.

Mengingat limbah budidaya lele semakin lama dapat menimbulkan bau anyir menyengat dan dikhawatirkan menjadi tempat berkembang biak nyamuk.

Apabila ketentuan di atas sudah terpenuhi, selanjutnya mulai dengan mempersiapkan 5 tahapan di bawah ini:

1. Persiapkan Kolam

Cara budidaya ikan lele bagi pemula memulai dengan mempersiapkan kolam terpal atau semen

Membuat kolam ikan lele ini bisa dengan menggunakan terpal atau semen, dengan ukuran yang disesuaikan yaitu sedang atau besar.

Sebenarnya menggunakan kolam tanah pun boleh, asalkan tanah tersebut sudah tidak mengandung mikroorganisme asing yang nantinya dapat membahayakan bibit ikan lele.

Kemudian perhatikan juga bahwa permukaan kolam ikan lele harus lebih dalam supaya matahari tidak tembus yang bisa membuat ikan kepanasan, bahkan sampai mati.

Suhu air yang disarankan untuk kolam lele adalah 20 hingga 28 derajat celcius dan jangan lupa beri garam krosok untuk menyeimbangkan pH air serta mencegah munculnya jamur.

Setelah garam krosok, lanjut berikan molasses awal yang berfungsi menghambat pertumbuhan alga hijau biru (blue green algae) yang bisa meracuni ikan, sambil ditambahkan suplemen ikan.

Apabila kolam beserta hal pendukung lainnya sudah siap, tinggal diamkan 5 hari sampai lumut atau fitoplankton tumbuh secara alami untuk ditebar benih ikan lele.


2. Pilih Bibit Unggul

Cara budidaya ikan lele bagi pemula juga harus tahu betul jenis bibit yang berkualitas, supaya bisa menghasilkan ikan lele unggul.

Umumnya, proses pencarian bibit lele berkualitas ini dapat dibeli langsung ke penjual benih ikan terpercaya, asalkan Anda mengenali ciri-ciri benih terbaik seperti ini.

Bibit lele jantan memiliki perut ramping dengan tulang kepala pipih, warnanya cenderung lebih gelap, gerakannya lincah serta bentuk kelamin yang runcing.

Bibit lele betina mempunyai ciri perut yang lebih besar dari punggungnya, ukuran kepala cembung, agak lamban gerakannya, dan kelaminnya berbentuk bulat.

Ukuran ideal bagi ikan lele bibit unggul ini sekitar 5-7 cm dan pastikan tidak ada cacat tubuh sedikit pun.

Kemudian, bibit ikan lele unggul akan sangat gesit atau agresif ketika diberi makanan karena mereka sangat dominan lincah.

Apabila sudah mendapatkan bibit ikan lele unggul, selanjutnya tebar benih-benih tersebut pada kolam yang sudah dipersiapkan sebelumnya.

Dikarenakan benih lele ini masih sangat sensitif, maka menyebarnya jangan sembarangan. Pastikan suhu dari tempat asalnya dengan kolam ternak sama.

Jika bibit lele sudah bisa menyesuaikan diri dengan tempat barunya, tinggal tunggu satu hari untuk diberi suplemen ikan dengan dosis 5 ml/m3.

Fungsi dari suplemen ikan lele ini membantu pembentukan sistem kekebalan tubuh yang baik dan sehat, sehingga tidak mudah sakit.


3. Perkembangbiakan

Dalam proses membudidayakan ikan lele, peternaknya harus teliti dan perhatikan betul apabila mengetahui ada lele yang sudah siap dikawinkan.

Ciri dari ikan lele yang matang bisa dilihat dari kelaminnya. Untuk lele betina yaitu kuning dan lele jantan merah.

Setelah layak dikawinkan, sel telur ikan lele yang sudah dibuahi akan mulai terlihat setelah 24 jam. Sel telur itu akan menempel pada bagian sarang.

Telur-telur ikan lele ini nantinya akan menetas sendiri dan siap menjadi anak lele untuk dipisahkan ke tempat khusus supaya benih baru lahir tidak stres atau mati.


4. Pemeliharaan

Cara budidaya ikan lele bagi pemula dengan memperhatikan kondisi air, pakan, dan antisipasi hama yang bisa mengganggu kesehatan lele

Saat beternak ikan lele penting juga memperhatikan kondisi air, pakan, dan antisipasi serangan hama, caranya sebagai berikut:


Mengelola Air

Air kolam ikan lele baru bisa diganti apabila sudah memasuki masa panen, kalau diganti sebelum panen ada potensi akan menghambat pertumbuhannya.

Usahakan mengganti air kolam saat pagi atau sore hari, supaya tidak terlalu panas yang bisa berdampak buruk pada kesehatan ikan lele.


Pakan Ikan

Pilih pakan atau makanan ikan lele yang tinggi nutrisi seperti plankton, pelet, cacing atau makanan yang mengandung protein.

Beri makan teratur sehari 3 kali (pukul 7 pagi, 5 sore, dan 10 malam). Jangan beri makan saat hujan, karena bisa merubah kualitas makanan yang tercemar zat asam.


Antisipasi Hama

Organisme patogen dalam kolam ikan lele memang bisa saja muncul tanpa diketahui sebelumnya, sehingga penting untuk memberi asupan suplemen tambahan pada ikan.

Selain itu, gunakan sekat pembatas untuk mencegah binatang asing yang sewaktu-waktu bisa saja membahayakan ikan lele.


5. Panen

Cara budidaya ikan lele bagi pemula: ketika masa panen lele tiba, pindahkan lele ke wadah lain

Ikan lele yang terpelihara dengan baik sudah pasti akan menjadi lele berkualitas. Umumnya, setelah 2-3 bulan lele sudah dapat dipanen.

Ketika dipanen, 1 kg lele bisa berjumlah sekitar 7-8 ekor dengan ukuran antara 5-7 cm atau 9-12 cm.

Cara memanen ikan lele yaitu menyurutkan terlebih dulu air kolamnya, kemudian bisa dipindahkan ke wadah lain menggunakan serok atau jaring.

Sortir ikan lele yang siap dipanen tersebut dengan hati-hati dan setelahnya baru dibersihkan untuk diisi dengan benih baru yang semula sudah dipisahkan.

Cara budidaya ikan lele bagi pemula seperti di atas ini bisa diterapkan kapan saja, kuncinya yaitu telaten supaya hasil yang didapat maksimal.


Sumber Pustaka :

https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20201230162235-277-587963/cara-budidaya-ikan-lele-bagi-pemula-di-kolam-terpal

Senin, 07 Maret 2022

Membuat Pupuk Cair dari Limbah Ikan

Gambar 1. Pupuk organik dari limbah ikan

Mediatani – Biasanya ikan yang tidak layak konsumsi atau busuk akan dibuang begitu saja. Padahal, ikan yang tidak layak dikonsumsi itu masih dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik cair (POC) yang tentunya sangat berguna untuk tanaman. POC limbah ikan dinilai sangat baik untuk dijadikan sebagai pupuk karena di dalamnya terdapat kandungan FAA (fish amino acid) yang kaya akan nitrogen, kalium dan unsur-unsur hara mikro yang diperlukan bagi tanaman untuk tumbuh subur.

Beberapa keunggulan dari pupuk organik cair dari limbah ikan, antara lain :

  1. Pupuk organik limbah ikan memiliki unsur hara yang lebih lengkap dibandingkan dengan pupuk anorganik.
  2. POC limbah ikan dapat membuat daun tanaman hias menjadi lebih mengilap dan lebih banyak, serta mampu bertahan lebih lama.
  3. Ketersediaan bahan baku yang melimpah dan murah karena menggunakan limbah pengolahan ikan.
  4. Harga jual yang terbilang cukup kompetitif dibandingkan dengan produk impor yang sangat mahal.
  5. Memenuhi konsep back to nature melalui pertanian organik.

Meski memiliki banyak keunggulan, POC limbah ikan ini juga punya kekurangan, yaitu memiliki bau yang busuk dan sangat menyengat hingga membuat kepala pusing.

Namun, masalah ini dapat diatasi dengan menambahkan bahan penyerap bau, menurunkan pH limbah cair, memberi aerasi, serta menggunakan mikroba dekomposer yang merombak senyawa yang menimbulkan bau.

Dengan memanfaatkan limbah ikan sebagai bahan untuk pembuatan pupuk organik cair, maka langkah ini juga dapat memaksimalkan potensi perikanan dan mengurangi jumlah ikan yang terbuang sia-sia.

Dilansir dari Faunadanflora.com, berikut ini cara Membuat Pupuk Organik Cair dari Limbah Ikan

1. Bahan dan Alat

2 kilogram limbah ikan atau ikan yang sudah tidak layak konsumsi

1 liter air

2 liter gula merah yang telah dicairkan

5 tutup botol EM4 atau pupuk hayati

Ember

Plastik tebal dan tali untuk menutup ember

2. Cara Membuat

Potong kecil-kecil atau haluskan ikan hingga menjadi bubur dengan ditambahkan 1 liter air.

Masukkan bubur ikan tersebut ke dalam wadah ember.

Tambahkan 2 liter larutan gula merah.

Tambahkan sebanyak 5 tutup botol larutan EM 4 atau pupuk hayati.

Aduk semua bahan sampai merata.

Tutup wadah atau ember menggunakan plastik dan ikat hingga benar-benar rapat untuk proses fermentasi.

Proses fermentasi memakan waktu selama 1-2 bulan, atau lebih lama akan lebih baik.

Ciri POC ikan fermentasi yang sudah jadi dan siap pakai sudah tidak mengeluarkan bau busuk.

Perlu diperhatikan, selama proses pembuatan POC limbah ikan, sebaiknya dilakukan di lokasi yang jauh dari pemukiman, karena proses fermentasi yang berlangsung akan mengeluarkan bau busuk yang sangat menyengat.

Dosis pemakaian untuk POC limbah ikan yaitu sekitar 100-200 ml POC untuk 10 liter air. Cara pengaplikasian POC dilakukan dengan cara menyemprotkan atau menyiramkan POC pada tanaman. Pemberian POC pada tanaman dilakukan setiap sekali selama 1 minggu dan sebaiknya dilakukan pada waktu pagi hari.

Sumber Pustaka :

https://www.kampustani.com/

https://mediatani.co/mau-buat-pupuk-cair-dari-limbah-ikan-begini-caranya/


Rabu, 02 Maret 2022

Maggot, Bahan Pakan Ikan Alternatif yang Murah dan Mudah

Gambar 1. Maggot


Dalam beberapa bulan terakhir, nama Maggot mendadak populer di kalangan pembudi daya ikan di Indonesia. Nama tersebut menjadi buah bibir, karena Pemerintah Indonesia sejak awal 2020 sudah menyebutkan akan menjadikan larva lalat Black Soldier Fly (BSF) itu sebagai bahan baku alternatif untuk pembuatan pakan ikan

Meski sudah ada bahan baku lain yang juga bisa dijadikan bahan baku alternatif, namun Pemerintah terlihat fokus pada Maggot, karena banyak manfaat dan keunggulan yang tidak ada pada bahan baku lain

Keunggulan itu, di antaranya karena Maggot mengandung protein tinggi dan berkualitas yang dibutuhkan oleh ikan, pembuatan yang mudah dilakukan oleh siapa saja dengan biaya produksi yang murah dan terjangkau karena media utamanya adalah sampah organik

Manfaat lain dari Maggot, adalah pengolahan sampah organik yang biasanya banyak diproduksi oleh rumah tangga. Dengan diolah menjadi Maggot, sampah akan menghilang dan di saat yang sama akan menjadi makanan untuk ikan

Persoalan pasokan pakan ikan sejak lama sudah dirasakan oleh para pembudi daya ikan di Indonesia sampai sekarang. Meski pasokan lancar, namun harga pakan ikan di pasaran masih mahal karena bahan baku pembuatan pakan masih impor.

Untuk mengatasinya, Pemerintah terus mencari formula agar bisa menghasilkan pakan ikan yang berkualitas dengan harga yang terjangkau. Salah satu caranya dengan memanfaatkan bahan baku pakan ikan alternatif yang bisa ditemukan di Indonesia.

Dari semua bahan baku itu, menurut Direktur Jenderal Perikanan Budi daya Kementerian Kelautan dan Perikanan (DJPB KKP) Slamet Soebjakto, Maggot adalah yang paling potensial dikembangkan sebagai pakan ikan karena mudah ditemukan dan biayanya relatif murah.

“Maggot berpeluang cukup besar untuk dijadikan sebagai bahan baku alternatif pakan (ikan) berprotein tinggi bagi pertumbuhan ikan,” ucapnya di Jakarta belum lama ini.

Lalat tentara hitam (Hermetia illucens) penghasil maggot dengan pakan  sampah organik. Budi daya lalat ini menjadi solusi menguntungkan masalah sampah di Desa Tembokrejo, Kecamatan Muncar, Banyuwangi, Jatim. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

Maggot yang merupakan larva lalat Black Soldier Fly (BSF) memang sangat istimewa dibandingkan bahan baku pakan alternatif lainnya karena mengandung nutrien yang lengkap untuk ikan dan kualitas yang baik. Selain itu, Maggot bisa diproduksi dalam waktu singkat dan berkesinambungan dengan jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pakan ikan.

Keunggulan lainnya, yaitu masyarakat mudah mengadopsi teknologi produksi Maggot. Kemudian, dalam prosesnya Maggot juga bisa diproduksi menjadi tepung (mag meal), sehingga bisa menekan biaya produksi pakan.

Maggot atau larva lalat tentara hitam (Hermetia illucens) yang bisa dijadikan bahan baku pakan ikan alternatif. Foto : KKP/Mongabay Indonesia

Tantangan

Dengan semua potensi itu, Slamet Soebjakto menyebut bahwa Indonesia perlu mengembangkan industri khusus untuk Maggot yang pada akhirnya akan bisa menyediakan lapangan pekerjaan yang tidak sedikit. Jika itu terwujud, maka Maggot akan bisa membantu Negara untuk menambah lapangan pekerjaan.

“Pengolahan sampah organik melalui teknologi biokonversi Maggot diharapkan juga berperan dalam mengurangi sampah organik dengan cepat serta dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru dan juga ketersediaan Maggot sabagai bahan baku alternatif pakan tersedia sepanjang waktu,” ungkapnya.

Di sisi lain, Slamet menyebut pengembangan Maggot sebagai bahan baku alternatif pakan ikan, dipastikan akan menghadapi banyak tantangan. Sehingga butuh ketekunan dan edukasi kepada masyarakat terkait sampah organik.

Perlunya edukasi, karena sampah organik merupakan sumber media utama budi daya Maggot. Sementara, sumber sampah organik berasal dari sampah rumah tangga. “Sehingga harus dipilah mana organik dan anorganik. Kualitas Maggot tergantung dari bahan baku media budi daya yang digunakan,” jelasnya.

Lebih lanjut, Slamet menerangkan bahwa Maggot juga dapat diproduksi dalam waktu singkat dan tersedia dalam jumlah yang melimpah sepanjang waktu. Lalu, Maggot juga aman bagi ikan karena itu bukan vektor penyakit, dan mengandung nutrisi sesuai dengan kebutuhan ikan.

Di luar itu, Slamet menambahkan bahwa produksi budi daya Maggot juga sangat sederhana dan mudah, karena tidak memerlukan air, listrik, bahan kimia, dan infrastruktur yang rumit dan mahal. Selain itu, Maggot juga mampu mendegradasi limbah organik menjadi material nutrisi lainnya.

Kepala Badan Riset Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM KP) KKP Sjarief Widjaja pada kesempatan berbeda menyebutkan bahwa KKP memang fokus untuk menjadikan Maggot sebagai bahan baku alternatif unggulan untuk pembuatan pakan ikan. Saat ini, sudah ada beberapa perusahaan yang tertarik untuk melaksanakan produksi Maggot.

Perusahaan yang sudah menyatakan ketertarikan itu ada di Depok dan Bogor (Jawa Barat), Lampung, Tangerang (Banten), Blitar (Jawa Timur), dan Banyumas (Jawa Tengah). Perusahan-perusahaan tersebut ada yang sudah berhasil melaksanakan diversifikasi produk Maggot dan dikemas dalam bentuk pakan ikan kering, pupuk, dan granula.

“Ini menunjukkan bahwa produksi Maggot dapat dijalankan dalam jumlah besar komersial,” sebutnya.

Manfaat

Munculnya Maggot sebagai kandidat utama bahan baku alternatif untuk pembuatan pakan ikan, karena Maggot memenuhi kriteria yang dibutuhkan untuk pembuatan pakan ikan. Artinya, komponen yang dibutuhkan untuk membuat pakan ikan yang mengandung gizi cukup baik, bisa didapatkan dari Maggot.

Selain itu, Maggot juga dinilai potensial karena mudah didapat, diproses, dan bisa dijangkau oleh masyarakat luas dengan harga yang murah. Adapun, komponen yang dimaksud, adalah protein yang menjadi kebutuhan utama ikan dan bisa didapatkan dari pakan ikan.

“Salah satu nutrisi pakan yang memegang peranan penting dalam pertumbuhan ikan adalah protein. Kualitas protein sangat tergantung dari kemudahannya dicerna dan nilai biologis yang ditentukan oleh asam amino yang menyusunnya. Semakin lengkap kandungan asam aminonya maka kualitas protein akan semakin baik,” papar dia.

Sebelum Maggot muncul sebagai kandidat utama, para pembuat pakan ikan harus bekerja keras untuk menghadirkan produk yang baik dan berkualitas dengan kandungan protein yang tinggi. Namun, upaya tersebut berujung pada konsekuensi harga dari produk pakan ikan tersebut menjadi mahal, karena bahan baku dengan protein tinggi harus didatangkan dengan cara impor.

“Alhasil, tingginya harga pakan semakin melambung karena harus ditambah dengan biaya impor,” ucap Sjarief.

Diketahui, Maggot adalah organisme yang berasal dari larva Black Soldier Fly (BSF) dan dihasilkan pada metamorfosis fase kedua setelah fase telur dan sebelum fase pupa yang nantinya akan menjadi BSF dewasa. Untuk mendapatkan Maggot, siapapun bisa melaksanakan produksi dengan mudah, cepat dan kemudian melaksanakan panet dari usia 10 hari hingga 24 hari.

Periode waktu yang disebutkan di atas untuk bisa melaksanakan panen, adalah saat BSF sudah menetas dan kemudian masuk fase larva yang bisa tumbuh antara 15-20 milimeter hingga masuk fase pupa. Setelah menetas, Maggot yang dihasilkan dari BSF akan mengandung protein yang tinggi antara 41-42% protein kasar, 31-35% ekstrak eter, 14-15% abu, 4,18-5,1% kalsium, dan 0,60-0,63% fosfor dalam bentuk kering.

“Sementara itu, kandungan protein dalam pakan ikan umumnya berkisar antara 20 hingga 45 persen. Dengan kata lain, Maggot mengandung protein dan gizi tinggi, yang unggul untuk mempercepat pertumbuhan dan meningkatkan sistem imun ikan,” jelasnya.

Selain bergizi tinggi, harga Maggot juga cukup terjangkau di pasaran, karena bahan baku yang dibutuhkan untuk pembuatan Maggot bisa didapatkan dengan mudah.

Sumber Pustaka ;

https://www.mongabay.co.id/2020/03/17/maggot-bahan-pakan-ikan-alternatif-yang-murah-dan-mudah/

 

Cara Budidaya Ikan Lele dengan Media Kolam Tanah dan Tips Pemeliharaannya Budidaya ikan lele merupakan salah satu kegiatan atau usaha yang b...