Selasa, 29 Juni 2021

Kenali Cantrang, Alat Tangkap Ikan yang Dilarang

Kenali Cantrang, Alat Tangkap Ikan yang Dilarang  

Cantrang merupakan alat penangkapan ikan yang bersifat aktif dengan pengoperasian menyentuh dasar perairan. Cantrang dioperasikan dengan menebar tali selambar secara melingkar, dilanjutkan dengan menurunkan jaring cantrang, kemudian kedua ujung tali selambar dipertemukan. Kedua ujung tali tersebut kemudian ditarik ke arah kapal sampai seluruh bagian kantong jaring terangkat.

Penggunaan tali selambar yang mencapai panjang lebih dari 1.000 m (masing-masing sisi kanan dan kiri 500 m) menyebabkan sapuan lintasan tali selambar sangat luas. Ukuran cantrang dan panjang tali selambar yang digunakan tergantung ukuran kapal. Pada kapal berukuran diatas 30 Gross Ton (GT) yang dilengkapi dengan ruang penyimpanan berpendingin (cold storage), cantrang dioperasikan  dengan tali selambar sepanjang 6.000 m. Dengan perhitungan sederhana, jika keliling lingkaran 6.000 m, diperoleh luas daerah sapuan tali selambar adalah 289 Ha.  Penarikan jaring menyebabkan terjadi pengadukan dasar perairan yang dapat menimbulkan kerusakan dasar perairan sehingga menimbulkan dampak signifikan terhadap ekosistem dasar bawah laut.

Berdasarkan hasil penelitian di Brondong - Lamongan (IPB, 2009) hanya 51% hasil tangkapan cantrang yang berupa ikan target, sedangkan 49% lainnya merupakan non target. Adapun hasil penelitian di Tegal (Undip, 2008), penggunaan cantrang hanya dapat menangkap 46% ikan target dan 54% lainnya non target yang didominasi ikan rucah. Ikan hasil tangkapan cantrang ini umumnya dimanfaatkan pabrik surimi dan dibeli dengan harga maksimal 5000/kg. Sedangkan tangkapan ikan non target digunakan sebagai pembuatan bahan tepung ikan untuk pakan ternak.

Hasil Forum Dialog pada tanggal 24 April 2009 antara Nelayan Pantura dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Tengah, TNI-AL, POLRI, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggambarkan kondisi Cantrang di Jawa Tengah, yaitu jumlah Kapal Cantrang  pada tahun 2004 berjumlah 3.209 unit, meningkat 5.100 unit di tahun 2007 dan pada tahun berjumlah 10.758 unit. Sedangkan hasil tangkapan per unit (Catch Per-unit of Effort/CPUE) menurun dari 8,66 ton pada tahun 2004 menjadi 4,84 ton di tahun 2007. 
Dikarenakan telah overfishing, para nelayan di Pantai Utara Jawa tersebut mulai bergerak ke Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) lainnya. Pergerakkan ini bahkan telah tercatat sejak 1970.

Selain itu, dalam Uji Petik yang dilakukan pada tanggal 21 hingga 23 Mei 2015 menunjukkan, hasil pengukuran 10 unit kapal di Kabupaten Tegal dan 5 unit kapal di Kabupaten Pati terdapat indikasi markdown yang menyebabkan banyak izin kapal Cantrang berukuran besar hanya diterbitkan di tingkat Provinsi. Untuk menanggulanginya, KKP telah mengambil langkah pengukuran ulang dan pengelompokan kategori ukuran kapal berdasarkan hasil pengukuran tersebut.

Setelah dilakukan pengukuran ulang, kapal dikelompokan dalam tiga kategori, yaitu kapal berukuran dibawah atau < 10 GT, berukuran antara 10 hingga 30 GT, dan diatas atau > 30 GT. Adapun kebijakan yang ditetapkan untuk setiap kategori adalah sebagai berikut :

Kapal dibawah 10 GT, pemerintah memberikan bantuan alat penangkap ikan baru sebagai pengganti alat penangkapan ikan yang dilarang, di antaranya jaring insang (gillnet), pancing ulur (handline), rawai dasar, rawai hanyut, pancing tonda, pole and line, bubu lipat ikan, bubu lipat rajungan, dan trammel net.

Kapal 10 – 30 GT, KKP akan memberikan fasilitas permodalan untuk memperoleh kredit usaha rakyat.

Kapal diatas 30 GT, KKP akan memberikan fasilitas perizinan dan relokasi DPI ke WPP 711 dan 718.

Sementara itu, di beberapa daerah banyak alat tangkap yang mengalami perkembangan, perubahan bentuk, model, serta cara pengoperasian. Berbagai alat tangkap tersebut juga dikenal dengan sebutan yang berbeda-beda. Meskipun demikian, alat tangkap tersebut tetap mengacu pada salah satu kelompok alat tangkap ikan yang dilarang dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor KEP. 06/MEN/2010 tentang Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Jadi, meskipun namanya telah berubah menjadi cantrang, pada dasarnya tetaplah pukat tarik yang telah dilarang.

Adapun pengaturan penempatan alat tangkap telah diperbaharui dengan Peraturan Menteri Nomor 71/PERMEN-KP/2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. **

Gambar 1. Alat tangkap cantrang 

Sumber referensi :

- Biro Kerjasama dan Humas KKP dan Tim Komunikasi Pemerintah Kemkominfo

- https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2017/05/kenali-cantrang-alat-tangkap-ikan-yang-dilarang





 

Kamis, 24 Juni 2021

 TEKNIK PEMBUATAN ABON IKAN

Diversifikasi pengolahan hasil perikanan diperlukan untuk meningkatkan pola konsumsi masyarakat terhadap ikan. Ikan merupakan salah satu komoditi hewan yang mempunyai kandungan protein yang tinggi, dan rendah kolesterol, sehingga sangat baik untuk di konsumsi oleh masyarakat semua usia. 

Abon ikan merupakan salah satu hasil olahan ikan yang dibuat dengan mengolah ikan dari bahan baku menjadi suatu olahan yang sudah berubah bentuk menjadi serbuk seperti abon daging sapi yang dicampur dengan bumbu – bumbu dan mempunyai cita rasa yang enak. Anak - anak banyak yang menyukai abon ikan  karena rasanya yang gurih dan seratnya lembut. 

Abon ikan mempunyai prospek ekonomi yang baik karena konsumennya luas, karena masyarakat segala lapisan menyukai abon.  Abon ikan merupakan produk olahan ikan yang kering yang diolah tanpa minyak, sehingga produk ini mempunyai kadar protein yang tinggi dan lemak rendah.  Kadar lemak abon ikan 5,2 % dan protein 38,43 %, sedangkan daya awet dari abon ikan dengan suhu kamar adalah lebih dari 50 hari dan suhu dingin lebih dari 6 bulan.

PROSES PEMBUATAN ABON IKAN

BAHAN YANG DIGUNAKAN:

  • 1 Kg Ikan Tongkol
  • 1 sdm garam
  • 360 gram gula merah
  • 5 sendok makan ketumbar
  • 250 gr bawang merah
  • 15 siung bawang putih
  • 1 kg minyak goreng
  • 10 g asam
  • 3 tangkai sereh
  • 25 gr laos.

CARA MEMBUAT

  • Bersihkan ikan dengan cara pisahkan tulang dan daging, kemudian potong – potong lalu cuci bersih.
  • Kukus ikan sampai matang, kemudian ikan di suir - suir hingga menjadi serpihan-serpihan daging kecil-kecil.
  • Haluskan semua bumbu, kemudian campur dengan ikan yang telah di suir – suir tadi, lalu diamkan beberapa saat.
  • Daging ikan yang telah tercampur rata dengan bumbu kemudian digoreng dengan minyak panas hingga berwarna kuning kecoklatan.
  • Setelah itu, angkat abon dari wajan kemudian tiriskan hingga kering dengan menggunakan alat press.

BAHAN YANG DIGUNAKAN :

Daging ikan              1 kg

Bawang putih 16 gram

Bawang merah 20 gram

Garam 15 gram

Gula merah 200 gram

Ketumbar halus 1 sendok makan

Santan kental 2 gelas

Santan encer 2 gelas

Daun salam ( 3 – 4 lembar )

Sereh ( 2 – 3 batang )

Lengkuas dikeprak ( 1 – 2 ruas ) 

Asam matang secukupnya 

Minyak goreng secukupnya


ALAT –ALAT YANG DIGUNAKAN :


1. Wajan / teflon

2. Kompor pemanas

3. Panci untuk mengukus

4. Talenan

5. Pisau

6. Layah 

7. Baskom

8. Saringan santan

9. Tempayan

10. Mesin Peniris / Spine

LANGKAH KERJA PEMBUATAN ABON :

Prosedur pengolahan : 

a.  Tahap Persiapan :

Ikan segar dicuci bersih dan disiangi buang sisik, isi perut dan sirip

Cuci kembali dengan air bersih

( untuk menghilangkan bau amis, beri air jeruk nipis )

Persiapkan bumbu, haluskan semua bumbu-bumbu kecuali sereh, lengkuas, daun salam   

b. Tahap Perebusan

Kukus ikan dalam panci pengukus selama 20 – 30 menit ( hingga daging lunak/masak )

Daging yang sudang matang diangkat dan ditiriskan

c.  Tahap Pembuatan Serat

Daging ikan yang sudah ditiriskan dimasukkan ke dalam baskom plastik kemudian pisahkan dari duri dan kulitnya

Daging ikan dicabik-cabik / diremas-remas dengan tangan sehingga diperoleh serat daging ikan yang merata dan halus.

d.  Tahap Penggorengan

Bumbu yang sudah dihaluskan digongso dalam wajan sampai harum dan masukkan santan masak sampai mendidih

Serat daging ikan dimasukkan sedikit demi sedikit dalam wajan sambil diaduk-aduk secara terus menerus

Setelah produk abon hampir kering tambahkan minyak goreng sedikit

Proses pemasakan abon telah selesai apabila abon telah kering dan apabila dipegang terasa kemersik

Setelah selesai abon diangkat dan didinginkan 

Hasilnya akan lebih baik dan lebih awet apabila abon yang sudah kering dan dingin ditiriskan dengan spiner / Mesin Peniris.

Masukkan abon kering ke dalam kain saringan ( nilon ) selanjutnya masukkan ke dalam mesin peniris.

Kemas di dalam wadah 

Gambar 1. Abon Ikan 

Sumber referensi :

http://www.dkp-kendari.info/berita/proses-pembuatan-abon-ikan


Senin, 21 Juni 2021

Segmentasi Pendederan Ikan Gurame

Segmentasi Pendederan Ikan Gurame

Gurami merupakan salah satu komoditas perikanan yang cukup memiliki nilai ekonomis. Pasalnya, kini dari mulai rumah makan hingga restoran mewah menyajikan ragam menu gurami. Namun siapa sangka dibalik kelezatan dan manisnya daging gurami memiliki proses budidaya yang sangat panjang, dan tak semua pembudidaya sabar memeliharanya. 

 “Gurami merupakan ikan yang mempunyai segmentasi pendederan yang cukup banyak. Jika dihitung dari fase telur hingga ukuran panen 500 gram (gr) per ekor, memerlukan waktu kurang lebih 2 tahunan,” terang RC.R Tjahyo yang merupakan pembudiaya gurami kawakan asal Kota Bekasi-Jawa Barat. 

Dia pun menjelaskan, pendederan merupakan fase pemeliharaan ikan dari ukuran tertentu setelah pembenihan hingga mencapai ukuran tertentu sebelum masuk fase pembesaran. Di budidaya gurami ini, banyak ditemukan fase pendederan. Dimana pada umumnya dimulai dari pedederan telur gurami hingga mencapai ukuran kuku jempol, kemudian silet, tiga jari, bahkan sampai gurami ukuran 150 gr atau 1 kilogram (kg) isi 6 ekor masih tergolong benih. Karena sejatinya pangsa pasar untuk gurami konsumsi menerima ukuran minimal adalah 400-600 gr per ekor 

Kunci Pendederan 

Karena fase pendederannya yang cukup banyak maka baiknya dalam melakukan usaha budidaya gurami dilakukan secara berkelompok, dengan tujuan agar mempercepat masa pemeliharaan dan juga masa panen. “Namun, apabila ingin terjun dalam usaha budidaya gurami dan hanya berniat menjual benihnya saja tidak menjadi persoalan. Karena di tiap-tiap ukuran pendederannya mempunyai pasar masing-masing,” beber Tjahyo selaku ketua Kelompok Budidaya Ikan (Pokdakan) Pamahan 1.  

Fredrick Tiagita Putra yang juga salah satu anggota Pokdakan Pamahan 1 dipercayai Tjahyo mengenai urusan benih gurami. Ia menjelaskan, pendederan pertama gurami dimulai dari telur hingga ukuran kuku jempol atau bisa distandarkan dengan ukuran bak sortir lele nomor 4-5. Jika diukur panjang badan rata-rata benih sekitar 1,8 sentimeter (cm).  

Pendederan pertama tersebut biasanya memerlukan waktu selama 40-50 hari, dengan mengutamakan cacing sutera (Tubifex.sp) sebagai pakannya. Setelah ukuran kuku jempol, sambung Fredrick, ukuran pendederan selanjutnya adalah silet. Yang dimaksud disini adalah pemeliharaan benih gurami dipelihara dari mulai kuku jempol hingga mencapai ukuran silet (pisau cukur berbentuk persegi panjang). Dalam pemeliharaannya sudah menggunakan pakan buatan berupa pelet dengan ukuran yang kecil menyesuaikan bukaan mulutnya. Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pendederan kedua ini sekitar 1,5 - 2 bulan tergantung dari iklim dan juga teknik perawatan. 

“Kuncinya pada saat melakukan pemeliharan di fase pendederan pertama dan kedua adalah pergantian air kolam yang rutin. Tujuannya, untuk menjaga nafsu makan, sertamenjadi waktu penambahan vitamin tertentu. Sehingga nantinya benih dapat tahan dengan perubahan cuaca yang ekstrim dan pertumbuhannya cepat,” himbau Fredrick yang kini sedang menyelesaikan pendidikan doktoralnya. 

Menyambung Fredrick, Tjahyo mengungkapkan, indikator benih gurami yang sehat ditandai dari nafsu makan yang rakus. Karena selama nafsu makan benih rakus maka pertumbuhan ikan akan cepat besar. 

Pendederan ketiga adalah mencapai ukuran tiga jari, Tjahyo melanjutkan, pemeliharaan dari ukuran silet menuju tiga jari membutuhkan waktu yang cukup lama sekitar 3 – 4 bulan. Dalam fase ini memiliki beberapa sisi keuntungan karena ikan yang dipelihara dari ukuran silet cenderung memiliki daya tahan lebih baik dibandingkan dengan ukuran di bawahnya. 

Syarat benih yang baik untuk digunakan pada setiap tahap pemeliharaan gurame

a. Larva

Larva memiliki bentuk tubuh normal dan merupakan hasil penetasan telur dari induk jantan dan induk betina yang tidak berasal dari satu garis keturunan (inbreeding). Warna badan cokelat kehitaman dan pada bagian perut berwarna putih. Sejak menetas hingga berumur 5 hari, larva cenderung bergerombol, berenang aktif dan berpencar sangat responsif terhadap adanya rangsangan dari luar

b. Benih P-I

Benih yang digunakan berbentuk seperti ikan dewasa dan berasal dari larva hasil penetasan telur dari induk jantan dan betina yang berasal dari satu garis keturunan. Warna badan cokelat kehitaman dan pada bagian perut berwarna putih. Tingkah laku cenderung pasif dan berpencar secara responsif terhadap adanya rangsangan dari luar. Sesekali benih tampak berenang ke permukaan air untuk mengambil oksigen bebas.

c. Benih P-II

Benih yang digunakan menyerupai ikan dewasa berasal dari benih P-I. Karakteristik hampir sama dengan benih P-I.

d. Benih P-III

Benih yang digunakan berbentuk seperti ikan dewasa. Warna badan cokelat kehitaman dan pada bagian perut berwarna putih. Tingkah laku cenderung aktif dan berpencar secara responsif terhadap adanya rangsangan dari luar. Sesekali benih tampak berenang ke permukaan air untuk mengambil oksigen bebas.

e. Benih P-IV

Benih yang digunakan menyerupai ikan dewasa berasal dari benih P-III. Karakteristik hampir sama dengan benih P-III.

f. Benih P-V

Benih yang digunakan menyerupai ikan dewasa berasal dari benih P-IV. Karakteristik hampir sama dengan benih P-IV.

Prosedur produksi tiap tahapan

a. P-I

Pupuk organik 500 gr/m2, kapur 50 gr/m2, padat tebar 100 ekor/m2, pemberian pakan 20% bobot biomass, frekuensi pemberian 2 kali/hari.

b. P-II

Pupuk organik 500 gr/m2, kapur 50 gr/m2, padat tebar 80 ekor/m2, pemberian pakan 20% bobot biomass, frekuensi pemberian 2 kali/hari.

c. P-III

Pupuk organik 200 gr/m2, kapur 50 gr/m2, padat tebar 60 ekor/m2, pemberian pakan 10% bobot biomass, frekuensi pemberian 3 kali/hari.

d. P-IV

Pupuk organik 200 gr/m2, kapur 50 gr/m2, padat tebar 45 ekor/m2, pemberian pakan 5% bobot biomass, frekuensi pemberian 3 kali/hari.

e. P-V

Pupuk organik 150 gr/m2, kapur 50 gr/m2, padat tebar 30 ekor/m2, pemberian pakan 4% bobot biomass, frekuensi 3 kali/hari.


Gambar 1. Kolam Pendederan Ikan Gurame 

Sumber referensi :

http://trobosaqua.com/detail-berita/2019/06/15/15/11726/segmentasi-pendederan-gurami-





Cara Budidaya Ikan Lele dengan Media Kolam Tanah dan Tips Pemeliharaannya Budidaya ikan lele merupakan salah satu kegiatan atau usaha yang b...