Selasa, 31 Juli 2018

Prosedur Pengawetan Ikan

PENDAHULUAN

Sebagai negara yang memiliki banyak pulau, negara kita juga memiliki banyak laut yang berarti pula menghasilkan banyak ikan. Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat dalam dan bahkan luar negeri. Selain karena rasanya, ikan banyak disukai karena memberi manfaat untuk kesehatan tubuh yaitu mempunyai kandungan protein yang tinggi dan kandungan lemak yang lebih rendah dibanding sumber protein hewani lain. Namun, ikan cepat membusuk karena adanya bakteri dan enzyme jika dibiarkan begitu saja tanpa proses pengawetan. Proses pengawetan ikan yang umum dilakukan adalah dengan penggaraman, pengeringan, pemindangan,pengasapan dan pendinginan.
Subsektor perikanan dan peternakan merupakan andalan utama sumber pangan dan gizi bagi masyarakat Indonesia. Ikan, selain merupakan sumber protein, juga diakui sebagai “functional food” yang mempunyai arti penting kesehatan karena mengandung asam lemak tidak jenuh berantai panjang (terutama yang tergolong asam lemak omega-3), vitamin, serta makro dan mikro mineral (Heruwati,2002).
Ikan merupakan hewan yang hidup didalam air, sehingga bila diangkat beberapa detik sajaj dari dalam air (pada saat penangkapan atau pemanenan) maka akan mati, akan. Sejak ikan mati, akan terjadi perubahan-perubahan yang berlangsung secara alami, yang sedikit demi sedikit mengarah pada penurunan kualitas dan pembusukan sebagai akibat dari aktivitas autolysis, enzymatic, dan mikrobilogis. Proses penurunan kualitas atau pembusukan tersebut akan berlangsung selama 6-7 jam, sesudah itu ikan akan menjadi busuk sama sekali sehingga tidak dapat dimanfaatkan atau dikonsumsi lagi. Mengingat sifat ikan yang demikian itu, maka penanganan pascapanen yang tepat sanagt diperlukan.
Penanganan pascapanen merupakan berbagai kegiatan atau perlakuan terhadap ikan-ikan setelah diangkat dari habitatnya, baik dalam keadaan hidup maupun mati. Penanganan pascapanen ini merupakan kegiatan yang sangat penting, yang akan menentukan kualita ikan selanjutnya.

PENGAWETAN IKAN DENGAN
SUHU RENDAH


Yang menjadi dasar dari pengawetan dengan menggunakan suhu rendah adalah bahwa pada suhu tersebut mikro organisme tidak dapat tumbuh atau tidak dapat berkembang (bacteristatic) dan reaksi enzimatis serta reaksi kimiawi yang menyebabkan kerusakan atau pembusukan dapat dihambat.

Meskipun pada suhu rendah dapat menghambat proses metabolisme mikro organisme, namun hal ini tidak berarti bahwa pada suhu rendah dapat mematikan seluruh mikro organisme. Jadi tujuan dari pengawetan dengan suhu rendah adalah dapat memperpanjang daya awet dengan memperhatikan faktor-faktor suhu yang digunakan, kualitas bahan baku, perlakuan pendahuluan, dari cara dan metode penggunaan suhu rendah yang diterapkan. Pengawetan dengan suhu rendah dapat dibedakan atas :
- Pendinginan (Cooling)
- Pembekuan (Freezing)

PENDINGINAN
Pendinginan dapat dipergunakan sebagai metode pengawetan ikan. Ikan dapat diawet selama 12 – 13 hari jika didinginkan dengan cara dan kondisi yang baik, tetapi pada umumnya sekitar 7 – 12 hari. Daya awet yang pendek ini mengakibatkan pendinginan hanya dipergunakan untuk pengangkutan jarak pendek dan kapal penangkap yang beroperasi tidak terlalu jauh.
Dengan pendinginan bakteri tidak dapat dibunuh. Mereka masih hidup tetapi sebagian tidak dapat bekerja aktif. Jadi pendinginan bertujuan untuk menghambat aktifitas bakteri sehingga dapat mengawetkan sifat-sifat asli ikan (rasa, bau, aroma) dari setiap jenis ikan.
Pada prinsipnya pendinginan ikan adalah menurunkan suhu pusat (thermal) ikan menjadi 0º C dan mempertahankan pada suhu tersebut selama penyimpanan dan distribusi. Pendinginan ikan dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain :
- Pendinginan dengan es ;
- Pendinginan dengan udara dingin ;
- Pendinginan dengan air yang didinginkan

Pendinginan dengan es
Es merupakan medium pendingin yang paling baik. Dengan memberikan es yang cukup pada ikan, akan dapat menurunkan suhu ikan sampai sekitar 0º C. Pada suhu tersebut kegiatan bakteri dan enzim dapat dihambat. Jenis es yang digunakan :
- Es balok
- Es tabung (tube ice)
- Es curai (flake ice)
Beberapa kelebihan pendinginan dengan es :
- Es mempunyai daya mendinginkan yang besar
- Es tidak merusak ikan dan tidak membahayakan bagi yang memakannya
- Harganya murah dan mudah dibawa
- Sentuhan dengan es senantiasa dingin, basah dan cemerlang
- Es adalah thermostatnya sendiri artinya es dapat memelihara dan mengatur suhu ikan sekitar suhu es mencair 0º C.
- Air lelehan es membasahi permukaan ikan sambil menghanyutkan lendir, sisa darah dan kotoran lainnya.

Pendinginan dengan udara dingin

Prinsip yang dianut sama seperti apda pendingin dengan menggunakan es. Udara dingin dibuat dengan mesin pendingin dan disemprotkan ke dalam ruangan dimana ikan disimpan.
Udara dingin tidak cepat mendinginkan ikan bahkan cenderung merusak ikan yakni ikan mengalami kekeringan (dehidrasi) yang berakibat ikan menjadi kering / berkerut, warnanya kusam dan terjadi penyusutan berat. Untuk itu pendinginan dengan udara dingin ini diperlukan es untuk mendinginkan ikan dengan cara dicampur atau permukaan ikan ditutup dengan es.

Pendinginan dengan air yang didinginkan

Pendinginan ikan dengan air dingin adalah memanfaatkan air sebagai medium pendingin guna menurunkan suhu ikan mencapai 0º sampai sampai 1º dengan cara memasukan ikan kedalam air yang telah dinginkan. Berdasarkan jenis air, pendinginan dapat dilakukan dengan cara :
- Air tawar didinginkan dengan es
- Air tawar direfrigerasi
- Air laut direfrigrasi dengan  es
- Air garam didinginkan dengan es
- Air garam direfrigerasi

Kelebihan pendinginan dengan air dingin :
- Daya awet lebih panjang
- Ikan kurang mengalami tekanan
- Laju pendingin lebih cepat
- Penanganan cepat dan mudah
- Daging ikan menjadi lebih padat bila menggunakan larutan garam dingin

Kekurangannya :
- makin menghanyutkan protein
- terjadi perubahan warna
- penyerapan air oleh ikan yang berkadar lemak rendah
- ikan menyerap garam jika menggunakan air garam / air laut.

PEMBEKUAN

Prinsip Pembekuan
Pembekuan dimaksudkan untuk mempertahankan sifat-sifat alami dari ikan dengan menggunakan suhu rendah sekitar -18º C sampai -30º C. Keadaan beku menyebabkan kegiatan enzym dan bakteri terhambat kegiatannya, sehingga daya awet ikan beku lebih panjang jika dibandingkan dengan ikan yang hanya didinginkan.
Meskipun aktifitas enzym dan bakteri dapat dihentikan namun proses enzymatik dan kimiawi terus berjalan, sehingga dapat mengakibatkan penurunan mutu. Untuk itu perlu tindakan pencegahan, misalnya melindungi produk dengan pengemasan dan menghindarkan produk dari pengeringan dengan cara penambahan lapisan es (glazing).

Proses Pembekuan

Tubuh ikan sebagian besar (60 %– 80%) terdiri dari cairan yang terdapat didalam sel, jaringan dan ruang antar sel. Cairan itu berupa larutan yang mengandung macam-macam garam dan protein. Sebagian besar dari cairan tersebut (67%) berupa free water (air bebas) dan sisanya berupa bound water (air terikat) yaitu air yang terikat kuat secara kimia dengan substansi lain dari tubuh ikan. Yang membeku terlebih dahulu adalah free water disusul kemudian bound water. Pembekuan dimulai dari bagian luar dan bagian tengah membeku paling akhir.
Pembekuan digolongkan dalam dua macam, yaitu pembekuan cepat dan pembekuan lambat. Ini didasarkan atas lama waktu yang diperlukan untuk melewati daerah terbentuknya kristal-kristal es. Jika waktu yang dilalui untuk menurunkan suhu dari 0 º C mencapai -5 º C berjalan cepat maka kristal es yang terbentuk berupa kristal-kristal lembut, tetapi jika waktu yang diperlukan lama, maka akan terbentuk kristal es yang besar dan sangat merugukan karena akan dapat merusak jaringan daging ikan, sehingga pada saat dilelehkan (thawing) akan menyebabkan banyak cairan sel yang hilang dan struktur fisik ikan rusak.
Oleh karena itu suhu antara 0 º C sampai -5 º C diusahakan segera dilewati supaya ukuran kristal es menjadi kecil. Daerah ini disebut dengan daerah kritis pembekuan (Thermal Arrest Time) atau daerah kritis pembentukan kristal es terbanyak.

Kerusakan produk beku
Selama pembekuan dan penyimpanan didalam cold storage, produk mengalami perubahan organoleptik, yang mengakibatkan penurunan mutu, terutama pada saat dicairkan, antara lain :
Pengeringan
Ini disebabkan karena penguapan dari tubuh ikan selama pembekuan dan penyimpanan beku. Kehilangan air dari ikan akan menyebabkan :
- berat ikan berkurang
- permukaan ikan menjadi kering, memutih atau coklat
- perubahan rasa, warna dan tekstur
- mempercepat denaturasi protein dan oksidasi lemak
kerusakan ini dapat dicegah dengan perlakuan reglazing, pengepakan dan pemeliharaan suhu cold storage

Oksidasi lemak
Terjadi karena lemak bereaksi dengan oksigen yang dipengaruhi oleh sejenis enzym. Hal ini akan mengakibatkan perubahan warna, rasa dan bau tengik pada daging ikan. Kerusakan ini dapat dicegah selain dengan perlakuan glazing dan pengepakan juga pembekuan antiokasidan.
Denaturasi Protein
Adalah perubahan yang dialami protein ikan ke arah menjauh sifat-sifat alami protein tersebut. Kerusakan ini akan berakibat ikan tidak cerah, daging bertambah keras dan pada saat dicairkan akan banyak cairan dari tubuh ikan yang keluar.
Drip
Adalah cairan yang keluar dari jaringan daging ikan yang tidak terserap kembali oleh jaringan daging, ketika ikan beku dicairkan (thawing). Drip ini mengandung unsure nitrogen, vitamin.. lemak, flavour dan lain-lain. Makin banyak drip, mutu produk semakin rendah. Banyaknya drip tergantugn dari :
- Jenis ikan : kandungan air tinggi, protein rendah, maka jumlah drip banyak.
- Makin lama disimpan, makin banyak drip
- Semakin tinggi suhu pelelehan, makin banyak drip

Drip dapat dikembalikan antara lain dengan :
- Pemakaian larutan garam atau polyphospat
- Melakukan pembekuan cepat
- Pengemasan dengan kedap air


PENGAWETAN IKAN DENGAN SUHU TINGGI


A.  PENDAHULUAN
Penggunaan panas pada pengawetan bahan makanan sudah dikenal secara ;uas. Berbagai cara yang dilakukan seperti memasak, menggoreng, merebus atau pemanasan lainnya merupakan salah satu cara pengawetan bahan makanan. Dengan perlakuan-perlakuan tersebut, terjadi perubahan keadaan bahan makanan tersebut baik sifat fisik maupun kimiawinya.
Dengan pemanasan, maka sebagian besar mikro organisme dan enzym mengalami kerusakan, sehingga bahan makanan lebih tahan lama.
Ketahanan mikroorganisme terhadap panas berbeda. Ada golongan mikroorganisme yang mati pada suhu rendah, tetapi ada pula yang tahan pada suhu tinggi. Pemanasan dapat dimatikan sebagian besar bakteri, terutama dalam bentuk vegetatifnya, sedangkan sporanya biasanya lebih atahan terhadap panas.
Berdasarkan suhu yang dibutuhkan untuk / pertumbuhan, maka bakteri dapat digolongkan menjadi :
1. Organisme psikhrofilik yaitu organisme yang masih dapat tumbuh pada suhu di bawah 20 º C ; suhu optimum antara 20 º - 30 º C.
2. Organisme mesofilik yaitu organisme yang dapat tumbuh pada suhu antara 20 º – 40 º C dan suhu optimum antara 30 – 40 º C.
3. Organisme termofilik yaitu organisme yang dapat tumbuh pada suhu diatas 45 º C, sedangkan suhu otimumnya 55 º - 65 º C
Berdasarkan kemampuan menggunakan oksigen, maka dapat dibedakan :
1. Mikroorgansime Aeroble, yaitu untuk pertumbuhannya memerlukan oksigen.
2. Mikroorganisme anaerab yaitu untuk pertumbuhannya tidak memerlukan oksigen
3. Mikroorganisme fakultatif. Jenis mikroorganisme ini dapat tumbuh dengan baik dengan atau tanpa oksigen.


B.  JENIS PEMANASAN
Beberapa jenis pemanasan yang biasa dilakukan yaitu blansing, pasteurisasi dan sterilisasi.
Blansing
Merupakan suatu cara pemansan pendahuluan dalam air panas atau uap air. Tujuan blansing terutama untuk menginaktifkan enzym. Cara melakukan blansing dengan merendam dalam air panas (merebus) atau dengan uap air (mengukus).

Pasteurisasi
Merupakan suatu cara pemanasan bahan makanan sampai suatu suhu tertentu untuk membunuh bakteri yang tidak membentuk spora dan virus-virus yang menyebabkan penyakit.
Dengan pasteurisasi masih terdapat mikroorgansime sehingga bahan yang diapsteurisasi mempunyai daya tahan simpan lebih singkat.
Jika pada blansing tujuan utamanya untuk menginaktifkan enzym, maka pada pasteurisasi diutamakan membunuh / memusnahkan mikroorganisme.
Mikroorganisme terutama mikroorgansime non patogen dan pembusuk masih terdapat pada bahan yang dipasteursisasi dan berkembang biak. Karena itu untuk tujuan pengawetan pasteurisasi harus dikombinasikan dengan cara pengawetan lainnya, misalnya dengan pendinginan. Pasteurisasi biasanya dilakukan pada suhu sekitar 63 º C selama 30 menit.

Sterilisasi
Yaitu suatu usaha untuk membebaskan dari segala macam bentuk kehidupan terutama mikroorganisme, atau dengan kata lain tidak ada kehidupan dan kegiatan mikroorganisme dalam keadaan normal, baik yang patogen, non patogen atau mikroorganisme pembusuk. Suhu sterilisasi biasanya dilakukan pada suhu yang tinggi diatas 100 º C.
Keadaan steril dengan pengertian seperti di atas, tidak mungkin diterapkan pada bahan makanan yang diolah misalnya dalam pengalengan, karena selama sterilisasi dapat terjadi perubahan-perubahan pada bahan sehingga nilai gizinya menurun.
Sterilisasi diterapkan pada produk olahan hasil perikanan yang dikenal dengan produk ikan kaleng.
Ikan merupakan bahan makanan yang mudah mengalami pembusukan, sehingga memerlukan penanganan dan pengolahan khusus agar pada saat sampai dikonsumen masih layak dikonsumsi.
Pengolahan dengan cara pengalengan adalah salah satu car untuk mengawetkan hasil perikanan yang dimasukan ke dalam wadah kaleng yang ditutup rapat, supaya udara dan zat-zat serta bakteri pembusuk tidak dapat masuk / kemudian berkembang. Wadah dipanasi sampai suhu dan waktu tertentu.
Meskipun tujuan sterilisasi pada pengalengan untuk memusnahkan semua mikroorganisme, namun kemungkinan masih ada bakteri jenis clostridum botulinum.
Bakteri ini paling berbahaya (patogen) sebab dapat menghasilkan racun yang mematikan, dan membentuk spora yang susah dimusnahkan. Spora bakteri ini masih tahan terhadap panas, dan mengeluarkan racun (toksin yang disebut botulinin) yang menyebabkan kematian dengan gejala awal muntah-muntah, lemas dan gangguan pencernaan.


PENGAWETAN DENGAN PEREBUSAN
Salah satu cara pengolahan tradisional dengan perebusan adalah pemindangan. Dalam proses pemindangan, ikan diawetkan dengan cara pengukusan atau perebusan dengan menggunakan garam dan bertekanan normal.
Tujuan dari perebusan/pengukusan dengan garam tersebut adalah menghambat aktivitas bakteri pembusuk maupun aktivitas enzim.
1. Prinsip dasar pengawetan dengan pemindangan
       
a. Pemanasan
Dengan menggunakan suhu panas/tinggi dengan maksud membunuh sebagian bakteri dan menghambat enzim.

b. Penggaraman
Garam yang digunakan dalam proses pemindangan berfungsi untuk memberikan rasa gurih pada ikan, menurunkan kadar cairan dudalam tubuh ikan dan mencegah atau menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk maupun organisme lain.


c. Pengurangan kadar air
Dalam proses perebusan/pemanasan terjadi pengurangan kadar air dari tubuh ikan disamping itu pengurangan kadar  air juga   diakibatkan oleh adanya garam yang bersifat higroskopis.
d. Wadah/container
Proses pembuatan ikan pindang menggunakan wadah yang baik dan rapat, guna menghindari rekontaminasi oleh bakteri.

2. Jenis-jenis ikan yang digunakan
Jenis-jenis ikan yang biasa digunakan sebagai bahan mentah pemindangan, diantaranya adalah :
- Ikan air laut, missal tongkol (Euthynnus sp), Tenggiri (Scomberomerus sp), Kembung (Scomberomerus sp),  Layang (Decapterus sp) dan sebagainya.
- Ikan air tawar, missal ikan mas (Cyprinus carpio), ikan nila (Tilapia nilotica)
- Ikan air payau , missal ikan  Bandeng (Chanos chanos)

3. Syarat keberhasilan pemindangan
Untuk menghasilkan ikan pindang yang bermutu baik, diperlukan bahan-bahan yang memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Mutu / kesegaran ikan
Ikan yang akan di olah ikan pindang yang bermutu baik, sebaiknya ikan yang masih dalam keadaan segar. Penggunaan ikan dengan tingkat kesegaran rendah akan menghasikan produk akhir yang kurang baik, sehingga harga jualnya rendah, dan akan menghasilkan ikan pindang yang terlalu asin. Hal ini terjadi karena proses penetrasi garam kedalam ikan yang kurang segar berlangsung terlalu cepat.

b. Mutu garam
Mutu garam akan mempengaruhi kecepatan penetrasi garam ke dalam tubuh ikan. Kecepatan penetrasi garam ke dalam tubuh ikan sangat tergantung pada kadar NaCl yang dikandung, semakin cepat pula penetrasi berlangsung, selain kdar NaCl ukuran partikel garam juga dapat mempengaruhi penetrasi garam kedalam tubuh ikan. Semakin halus butiran garam yang digunakan semakin cepat pula penetrasi yang terjadi. Sedangkan bila menggunakan dengan partikel besar, maka proses penetrasi garam yang terjadi lambat dan sering menimbulkan kerusakan pada tubuh ikan yang akan dipindang.



PENGAWETAN PENGASAPAN

Pengasapan ikan bertujuan untuk mengawetkan dan memberi warna serta rasa yang khusus (keasap-asapan) pada ikan. Sebenarnya daya pengawet asap itu sendiri sangat terbatas, sehingga supaya tahan lama harus diikuti atau didahului oleh cara pengawetan lain seperti penggaraman, melalui penggaraman akan didapat beberapa keuntungan yaitu daging yang kompak ( firm) karena pengurangan air dan penggumpalan protein dalam daging ikan. Dalam konsentrasi tertentu bertumbuhan bakteri pembusuk dapat terhambat, dan rasa daging ikan juga lebih enak.
Pengasapan dapat membunuh bakteri, seperti juga pada proses penggaraman dan pengeringan. Daya membunuh asap itu tergantung dari lamanya pengasapan dan tebalnya asap. Pada umumnya terdapat 2 macam cara pengasapan yaitu :

a. Pengasapan panas ( Hot Smoking )
Pada pengasapan panas dengan suhu 60 o  - 70 o C merupakan pula pemangganan ikan secara berlahan-lahan. Disamping meyerap asap, ikan juga jadi matang. Rasa ikan ini sangat sedap dan berdaging lunak, tetapi tidak tahan lama ( 3 – 4 hari ), kecuali di simpang pada suhu rendah.


b. Pengasapan dingin ( Cold Smoking )
Pada pengasapan dingin suhu diatur diantara  30o  - 40  o  C dan lama pengasapan dapat beberapa hari sampai 2 minggu. Selama pengasapan selain akan menyerap banyak asap ikan juga menjadi kering, sebab airnya menguap terus. Supaya tahan lama, biasanya ikan diasapi dengan cara ini. Daya tahan ikan yang diasap dengan cara ini ditimbulkan oleh garam, asap dan pengeringan. Pengeringan terjadi akibat aliran asap dalam jangka waktu yang lama, dan ini sangat penting karena daya awet yang ditimbulkan oleh asap dan garam tidak mencukupi.

1. Asap
Asap sebagai bahan pengawet dapat diperoleh dengan membakar kayu, serbuk gergaji, merang, sabut kelapa, ampas tebu dll. Asap itu terbentu karena pembakaran yang tidak sempurna yaitu pembakaran dengan jumlah oksigen yang terbatas. Komponen bahan bakar terutama mengandung Cellulosa, lignin, hemi – cellulosa, juga  petin, damar, getah, bahan penyamak, air dan sebagainya. Waktu dibakar, semua komponen tadi berubah. Air berubah menjadi gas dan butiran-butiran air. Jika jumlah oksigen cukup banyak, hasil pembakaran akan berupa uap air, gas asam arang (C0 2) dan abu. Disini tidak terbentuk asap. Sebaliknya jika jumlah oksigen tidak mencukupi, akan terbentuk asap yang terdiri dari Co2 ,  alkohol, aldehyde, asam-asam organik dan lain-lain. Proses pembakaran itu berlangsung secara bertingkat sebagai berikut  :

Zat tersebut dapat terjadi bersama-sama karena api dan oksigen tidak merata sehingga tingkat oksidasi berbeda pada tempat yang berlainan.
Jadi asap itu sesungguhnya merupakan campuran dari cairan gas dan padatan yang terdiri dari :
- CO2 dalam bentuk gas
- Air dalam bentuk gas dan butiran –butiran
- Zat – zat lain yang volatile seperti alkhol, aldehyde, dalam bentuk cairan dan gas
- Zat padat yang tidak terbakar yang ikut terbawa arus asap

Komponen-komponen asap yang merupakan bahan pengawet adalah :
1. Alkohol ( Methyl alcohol dan  Ethyl alcohol )
2. Aldehyde ( formaldehyde dan Acetaldehyde )
3. Asam – asam organik ( Asam semut, asam cuka )

Sayang sekali bahwa zat-zat tersebut banyak terdapat dalam kontsentrasi (jumlah) yang sangat kecil, sehingga daya awet yang di timbulkannya tidak begitu berarti.
Karena itu maka biasanya ikan yang akan diawetkan digarami lebih dahulu, terutama yang akan diasap secara dingin.
Mengenai bahan bakar yang dipakai hendaknya dipilihkan jenis kayu yang keras :
- Kayu yang mengandung damar tidak baik karena menimbulkan bau dan rasa yang kurang enak
- Kayu yang rusak (lapuk, berjamur) juga tidak baik karena membawa bau organisme yang tumbuh padanya
Kayu yang baik adalah yang keras, murah dan mudah diperoleh.


2. Proses Pengasapan
a. Skema pengasapan
b. Proses Pengasapan
- ikan disiangi, yaitu dibuang insang dan isi perutnya. Sisik dapat dibuang atau dibiarkan begitu saja, kemudian ikan dicuci sampai bersih.
- Ikan direndam dalam larutan garam dengan konsentrasi yang berpariasi ( 10 – 40 % ), begitu pula dengan lama penggaraman tergantung dengan keinginan (asin / tidak).
- Setelah itu ikan dicuci, untuk mengurangai kadar garam/kristal-kristal garam yang melekat pada permukaan tubuh ikan.
- Selanjutnya ikan digantung ditempat yang kering dan teduh, bila memungkinkan ditempat terbuka dimana angin bebas berhembus. Hal ini dimaksud untuk mengeringkan bagian permukaan ikan, sehingga terbentuk  “ Pellicle “ yaitu kulit yang licin dan elastis, dan ini dilakukan untuk ikan-ikan yang tak bersisik.
- Kemudian ikan diasap dalam rumah asap dengan teperatur ruang 60 o – 70 o , sampai ikan mateng berwarna kuning kecoklatan/ coklat mengkilat

3. Tempat / peralatan pengasapan
Untuk memasarkan ikan dipakai suatu ruang / tempat pengasapan yang dapat ditutup rapat, supaya asap dan panas dari pembakaran kayu dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya. Ruang pengasapan harus terbuat dari bahan-bahan yang tidak mudah terbakar, misalnya berupa drum/lemari/kamar dimana ikan dapat digantungkan pada palang-palang dari besi/kayu atau diletakkan pada rak-rak sehingga asap dapat menerobos diselah-selahnya. Dibagian atas dari ruang tersebut terdapat lubang untuk keluarnya asap dan dibagian bawah ruangan ditempatkan tungku atau kayu bakar.
1. Untuk pengasapan dingin : Asap dibuat diluar rumah asap, dan dimasukkan melalui pipa-pipa / saluran kedalam rumah asap. Selama perjalanan dari rumah pembakaran ke rumah asap, asap itu mengalami pendinginan oleh udara/benda-benda disekeliling saluran.
2. Untuk pengasapan panas :
a. Asap dibuat dirumah asap, sehingga langsung dipergunakan tanpa mengalami pendinginan ; jadi asap panas yang dipergunakan.
 
4. Pembentukan rasa, warna dan cahaya

Rasa dan bau yang khas pada ikan asap ditimbulkan oleh phenol dan asam yang dihasilkan oleh asap dan juga garam. Bahan bakar dari ampas tebu dapat menimbulkan rasa manis.
Ikan asap biasanya berwarna coklat mengkilat. Warna ini tidak boleh diberikan dengan sengaja misalnya diberi zat pewarna. Dengan pengasapan yang baik akan terbentuk warna yang baik pula, dalam hal ini tergantung dari :
- Jumlah asap yang mengendap pada tubuh ikan,
- Penempelan damar tiruan yang turut memberi warna kecoklatan
- Proses-proses lain misalnya penggabungan phenol oksigen.
Damar tiruan adalah suatu zat yang terbentuk pada permukaan ikan, berasal dari fomaldehyde dan phenol yang bereaksi dalam suasana asam. Damar tiruan ini membentuk lapisan yang mengkilat. Agar terbentuknya lapisan ini merata, harus diusahakan agar asap merata pula meyelubungi ikan. Pada ikan kurang segar lebih cepat terbentuk warna dari pada yang segar, sebab sudah lebih banyak mengandung amoniak ( NH3 ).
Amoniak ini menimbulkan suasana alkali ( basa ) dan mempercepat reaksi phenol dan oksigen, membentuk warna coklat.
Untuk mempercepat warna pada ikan segar, dapat dilakukan misalnya dengan mecelupkan ikan dalam larutan natrium bikarbonat yang bersifat basa.
 
5. Penyimpanan Ikan Asap
Untuk dipasarkan, ikan asap dipak dengan peti kayu, keranjang atau alat pengepak lain, disesuaikan dengan pemasarannya. Diusahakan untuk menyimpannya pada tempat –tempat yang dingin ( sekitar 0o c -  5o c ). Ikan yang akan diolah lebih lanjut (dikaleng dan sebagainya ) Jika harus menunggu lama sebaiknya dibekukan dulu kemudian disimpan dalam cold store, terutama untuk ikan yang diasap panas.
Ikan asap yang agak besak ukurannya misalnya bandeng, dibungkus satu-persatu didalam kantung plastik ( PVC), ditutup dan dipak dengan peti.
 
6. Daya Awet

- Pada pengasapan ikan panas yang diolah menjadi masak, tetapi daya awetnya relatit singkat yaitu sekitar 6 hari,  hal ini dikarenakan pada saat pengasapan permukaan ikan cepat mengering, sehingga air yang didalam sulit untuk menguap, akibatnya kadar airnya tinggi. Hal ini memberikan peluang untuk tumbuhnya bakteri dan jamur, selain itu jumlah asap yang menempel pada tubuh ikan relatif sedikit.
- Pada pengasapan dingin, hasilnya berupa ikan asap dengan kadar air yang rendah dan jumlah asap yang menempel relatif lebih banyak, sehingga daya awetnya lebih lama.

Karakteristik Persyaratan Mutu
a. Organoleptik, minimal 7
b. Mikrobiologi
- TPC per gr, maximal
- E. Coli, MPN / gr, maximal
- Salmonella spp
- Staphylococcus aurens, MPN/gr, max
- Kapang
5.10 5
negatip
negatip
negatip
negatip
c. Kimia :
- Air  % bobot, maximal
- Garam % maximal
- Abu tak larut dalam asam, % bobot
60
4
1,5
Standar ikan asap

7. Kerusakan – Kerusakan yang terjadi selama Pengasapan
Pengciutan badan ikan, akan mengakibatkan permukaan ikan menjadi keriput. Kerusakan ini terutama ditimbulkan apabila suhu permulaan pengasapan terlalu tinggi, sehingga terlalu banyak air yang diuapkan.
Kosong ; diakibatkan oleh lamanya pengasapan dan suhu yang tidak terkontrol menyebabkan warnanya kehitam-hitaman dan flavournya berubah.
Kerusakan oleh jasad renik. Ikan asap merupakan produk setengah kering, keadaan ini merupakan media yang baik untuk pertumbuhan jamur sehingga ikan akan ditumbuhi jamur lebih dulu sebelum menjadi busuk. Pertumbuhan jamur ini merupakan masalah yang serius yang harus diatasi sehingga jenis ini ada yang phatogen terhadap manusia ( dari jenis Rhizopus spp, Aspergillus spp )
Kerusakan oleh asap ; kerusakan ini terjadi apabila kayu yang digunakan sebagai penghasil asap mempunyai bau tertentu sehingga ikan yang diasapi mempunyai flavour yang menyimpang.

PENGALENGAN IKAN

1. Prinsip pengalengan
Pengalengan adalah cara pengawetan ikan dengan sterilisasi dalam kaleng. Ikan dimasukkan dalam kaleng, kemudian disterilkan dengan panas.
Faktor-faktor utama yang menentukan dara awet ikan kaleng adalah :
a. Sterilisasi yang mematikan seluruh bakteri dalam isian kaleng ;
b. Kaleng yang menahan pengotoran atau penyebab pembusukan dari luar.

2. Proses Pengalengan
Proses pengalengan ikan meliputi tahapan-tahapan  sebagai berikut :

a. Precooling : dilakukan dalam retort dengan uap bertekanan tinggi dengan temperatur mencapai 216 – 220 º F (± 102,2 – 104,4 º C) selama 1 – 2,5 jam tergantung pada jenis ikan dan ukuran ikan. Precooling dilakukan untuk ikan-ikan  yang berlemak, misalnya tuna, tujuannya untuk mengurangi kandungan lemak dan airnya.
b. Pengisian (Filling)
Pengisian ikan kedalam kaleng, terdiri dari tiga macam bentuk potongan, yaitu :
Fancy, terdiri dari potongan-potongan pokok
Standard, terdiri dari potongan dari serpihan-serpihan
Flakes atau salad, terdiri dari sepihan-sepihan daging.
Dalam pengisian, akelng tidak diisi penuh, melainkan disisakan ruang kosong pada bagian atas kaleng ± 1 cm yagn disebut HEAD SPACE. Ruangan (head space) berguna untuk pemuaian isi akelng pada waktu sterilisasi, sehingga tidak merusak kaleng.

c. Penghampaan
Pengampaan adalah pengeluaran udara dari dalam kaleng. Penghampaan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
- Dengan pemanasan ; kaleng yang masih dalam keadaan tertutup pada tingkat pertama dimasukkan ke dalam exhanst box (bejana yang berisi uap)
- Dengan pompa hampa ; menggunakan vacuum seamer yaitu alat penutup kaleng yang dilengkapi dengan pompa hampa untuk menurunkan tekanan dalam kaleng

d.  Sterilisasi
Pemusnahan micro organisme dengan cara pemanasan yang dilakukanpada suhu dan waktu tertentu, dalam suhu 115 º C – 120 º C dengan waktu 1 – 1 ½ jam. Sasaran sterilisasi adalah bakteri yang tahan panas (bakteri thermophilic) terutama botulinum)

e. Pendinginan
Setelah disterilisasi kaleng harus segera didinginkan. Tujuannya adalah untuk mencegah over cooking atau over processing, sehingga terjadi perubahan rasa, warna dan tekstur dagung ikan.
f. Pelabelan
Pemberian label atau etiket pada kaleng dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
Dicetak dalam lembaran bahan kaleng sebelum kaleng dibentuk ;
Dicetak pada kertas, dan ditempelkan pada kaleng yang sudah disterilkan
Label memberi indikasi tentang nama / jenis ikan, bumbu yang dipakai, berat bersih, nama produsen, tanggal kadaluwarsa dan lain-lainnya.

                                          Gambar 1. Pengawetan Ikan dengan Pendinginan

PENGAWETAN IKAN DENGAN
PENGURANGAN KADAR AIR


A. PENGAWETAN DENGAN PENGGARAMAN

Terdiri dari 2 proses yaitu proses penggaraman dan pengeringan
Yang bertujuan untuk memperpanjang daya tahan dan daya simpan ikan dengan cara pengurangan kadar air dengan garam sebagai pengawetnya karena garam dapat menghambat/membunuh bakteri penyebab pembusukkan pada ikan.

1. PRINSIP PENGGARAMAN

Selama proses penggaraman berlangsung terjadi penetrasi garam terhadap tubuh ikan dan keluarnya cairan dari tubuh ikan karena adanya perbedaan konsentrasi. Cairan ini dengan cepat dapat melarutkan kristal garam atau mengencerkan larutan garam. Bersamaan dengan keluarnya cairan dari dalam tubuh ikan, partikel garam memasuki tubuh ikan. Lama kelamaan  kecepatan proses pertukaran garam dan cairan tersebut semakin lambat dengan menurunnya konsentrasi garam diluar tubuh ikan dan meningkatnya konsentrasi garam di dalam  tubuh ikan, bahkan akhirnya pertukaran garam dan cairan tersebut. Berhenti sama sekali setelah terjadi keseimbangan antara konsentrasi garam didalam tubuh ikan dengan konsentrasi garam di luar tubuh ikan. Pada saat itulah terjadi pengentalan cairan tubuh yang masih tersisa dan penggumpalan protein (denaturasi) serta pengerutan sel-sel tubuh ikan sehingga sifat dagingnya berubah.

Peranan Garam
- Dapat mengurangi kadar air yang terkandung dalam daging ikan sehingga aktivitas bakteri dalam ikan menjadi terhambat. Karena garam mempengaruhi aksi osmosis yang menarik air dari sel bakteri dan mengakibatkan pengeringan pada sel bakteri. Di samping itu garam juga mengakibatkan terjadinya plasmolisis pada sel bakteri.
- Dapat menjadikan protein  daging dan protein mikrobia terdenaturasi.
- Garam menekan aktivitas enzim-enzim probiotik. Dalam hal ini garam dapat mengakibatkan perubahan status protein dan enzim sedemikian rupa sehingga protein menjadi tahan terhadap aksi enzim-enzim protolitik tersebut.
- Garam NaCl, khususnya ion Cl- mempunyai aksi bakteri  ostatis (menghambat pertumbuhan bakteri) dan bakterisida (membunuh bakteri).
Dengan menurunnya kadar air akan berakibat menghambat/mencegah perkembangbiakan bakteri, untuk mencegah pertumbuhan bakteri pembusuk berbentuk batang cukup dengan konsentrasi 10%. Sedangkan untuk bakteri pembusuk berbentuk Coccus memerlukan konsentrasi garam 15%. Dan untuk mencegah pembusukkan diperlukan konsentrasi garam lebih dari 15%.

Adanya garam dapat menurunkan kelarutan oksigen dalam air. Dengan demikian bakteri tidak akan berkembang atau tumbuh, karena bakteri pembusuk pada ikan adalah bakteri aerob, yang sangat memerlukan oksigen untuk tumbuh dan berkembang.

2. PERSYARATAN GARAM YANG DIGUNAKAN
1. Kehalusan kristal garam
Semakin halus kristal garam yang digunakan maka semakin cepat larut dan diserap oleh daging ikan. Akan tetapi penyerapan garam yang terlalu cepat akan mengakibatkan permukaan daging ikan cepat mengeras sehingga menghambat penyerapan garam oleh daging bagian dalam.
2. Kemurnian Garam
Garam yang murni (NaCl) lebih cepat diserap oleh daging ikan, Bila garam yang digunakan dalam penggaraman ikan mengandung garam-garam kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg) akan membawa dampak sebagai berikut :
- Garam kalsium (Ca) menghambat penyerapan klorida (Cl) kedalam daging ikan, karena garam Ca akan membentuk ikatan dengan protein ikan.
- Tekstur daging ikan asin menjadi rapuh
- Merusak citarasa produksi akhir, karena Ca dan Mg tetap tinggal dalam daging, meskipun telah dihilangkan kandungan garamnya (desalting)

3. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENETRASI GARAM
1. Kesegaran Ikan
Ikan yang mempunyai tingkat kesegaran rendah, proses penetrasi garam berlangsung lebih cepat karena ikan dengan tingkat kesegaran rendah mempunyai tubuh yang relatif lunak, cairan tubuh tidak terikat dengan kuat dan mudah terhisap oleh larutan garam yang mempunyai konsentrasi garam lebih tinggi.

2. Kadar lemak Ikan
Semakin tinggi kadar lemak yang terdapat di dalam tubuh ikan, semakin lambat penetrasi garam ke dalam tubuh ikan. Berdasarkan kandungan lemak, maka dapat digolongkan menjadi 3 sebagai berikut:
- Ikan kurus dengan kandungan lemak kurang dari 0.5%
- Ikan gemuk dengan kandungan lemak diatas 2%
- Ikan sedang dengan kandungan lemak kurang dari 0.5-2%
3. Ketebalan daging ikan
Semakain tebal daging ikan, proses penetrasi garam akan berjalan semakin lambat dan semakin banyak pada jumlah garam yang dibutuhkan dan prosesnya membutuhkan waktu yang lama.
4. Temperatur ikan
Semakin tinggi temperatur ikan, semakin cepat pula proses penetrasi
5. Konsentrasi larutan garam
Semakin tinggi perbedaan konsentrasi antra garam dengan cairan yang terdapat dalam tubuh ikan, semakin cepat proses penetrasi garam kedalam tubuh ikan. Selain itu penetrasi garam akan menjadi lebih cepat lagi apabila digunakan garam kristal.

B. PENGAWETAN DENGAN PENGERINGAN
1.1. Prinsip pengeringan
Prinsip pengawetan ikan dengan pengeringan adalah pengurangan kadar air, sehingga menghambat kegiatan bakteri
1.2. Faktor yang mempengaruhi kecepatan pengeringan
Diantaranya adalah :
- Suhu dan kelembaban udara
Semakin tinggi suhu maka ikan akan cepat kering demikian juga dengan kelembaban udara, makain tinggi kelembaban udara maka akan menghambat proses pengeringan ikan.
- Komposisi kimia ikan
Ikan yang mempunyai kadar lemak tinggi didalam proses pengeringan biasanya proses pengeringannya lambat dan cepat terjadi proses ketengikan.
-    Ketebalan daging ikan
Makin tebal daging ikan maka proses pengeringannyapun makin lambat.

                                            Gambar 2. Pengawetan Ikan dengan Pengeringan

DAFTAR PUSTAKA
Rabiatual, Adawyah. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara. Cirebon :


Dipublikasikan oleh :

Andi Bambang Suriansya, S.Pi
Penyuluh Perikanan Muda Kab.Gowa
Tanggal 31 Juli 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cara Budidaya Ikan Lele dengan Media Kolam Tanah dan Tips Pemeliharaannya Budidaya ikan lele merupakan salah satu kegiatan atau usaha yang b...